learning disability disgrafia

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bagi orang tua, anak adalah sebuah representasi keberhasilan keluarganya. Karena itu, keberhasilan dalam belajar anaknya merupakan salah satu faktor penting dan diharapkan. Keberhasilan belajar anaknya akan mampu mengembangkan konsep diri yang positif bagi anak. Namun, bagi beberapa anak-anak berkesulitan belajar proses belajar tidak mudah, mereka memiliki kendala yang datang dari dalam dirinya. Kesulitan belajar menunjuk pada sekelompok kesulitan yang manifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar atau kemampuuan dalam bidang studi matematika. Gangguan tersebut intrinsik dan diduga disebabkan oleh adanya disfungsi sistem saraf. Anak berkesulitan belajar adalah salah satu dari mereka yang berada dalam kelompok anak berkebutuhan khusus (children with special needs). Mereka adalah anak yang memiliki disfungsi minimum otak (DMO), sehingga menyebabkan tercampur aduk sinyal-sinyal di antara indera otaknya atau terjadi gangguan di dalam sistem saraf pusat otak (neurobiologist) yang menimbulkan gangguan berbagai perkembangan, misalnya gangguan berbicara, berbahasa serta kemampuan akademik.
Secara umum, penanganan anak berkesulitan belajar memiliki tujuan untuk membangkitkan kesadaran tentang dirinya, kemudian mengembangkan kelebihan dan meminimalkan kesulitan/kekurangan dalam dirinya. Diperlukan upaya serius dan berkesinambungan untuk melaksanakan penanganan anak berkesulitan belajar. Anak-anak berkesulitan belajar, biasanya merasa frustrasi karena sering mengalami kegagalan dalam menyelesaikan tugas atau pun langkah-langkah untuk diri sendiri.
Ada dua jenis kesulitan belajar (learning disabilities), yaitu yang bersifat developmental dan yang bersifat akademis. Komponen utama dari developmental learning disabilities adalah perhatian, memori, persepsi, dan kerusakan persepsi motori, selain kerusakan berpikir dan kekurangan bahasa. Di dalam kelompok ini, sejumlah anak yang memiliki kesulitan belajar khusus ( specific learning difficulty, SpLD) atau kesulitan belajar akademis dideskripsikan sebagai mereka yang memiliki kesulitan dalam aspek bahasa, membaca, mengeja, dan matematika. Meskipun fungsi inteligensinya normal dalam arti intelektual, mereka mengalami kesulitan yang signifikan sekalipun tingkat kinerjanya secara umum baik.
Menulis bukan hanya menyalin tetapi juga mengekspresikan pikiran dan perasaan ke dalam lambang-lambang tulisan. Kegunaan kemampuan menulis bagi para siswa adalah utnuk menyalin, mencatat, dan mengerjakan sebagian besar tugas sekolah. Tanpa memiliki kemampuan untuk menulis, siswa akan mengalami banyak kesulitan dalam melaksanakan ketiga jenis tugas tersebut. Banyak orang yang lebih menyukai membaca dripada menulis karena menulis dirasakan lebih lambat dan lebih sulit. Meskipun demikian, kemampuan menulis sangat diperlukan baik dalam kehidupan di sekolah maupun di masyarakat. Siswa memerlukan kemampuan menulis untuk menyalin, mencatat, atau untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Dalam kehidupan masyarakat orang memerlukan kemampuan menulis untuk keperluan berkirim surat, mengisi formulir, atau membuat catatan.
Ada banyak beberapa definisi tentang menulis. Lerner mengemukakan bahwa menulis adalah menuangkan ide-ide ke dalam suatu bentuk visual.  Menulis adalah suatu aktivitas yang mencakup gerakan lengan, tangan, jari dan mata teintegrasi. Menulis juga terkait dengan pemahaman bahasa dan kemampuan bicara. Menurut Tarigan bahwa menulis itu sebagai lambang-lambang grafis dari bahasa yang dipahami oleh penulisnya maupun orang lain yang menggunakan bahasa yang sama dengan penulis tersebut.
Dari beberapa definisi tentang menulis yang telah dikemukakan dapat disimpulkan:
a.       Menulis merupakan salah satu komponen sistem komunikasi.
b.      Menulis adalah menggambarkan pikiran, perasaan, dan ide kedalam bentuk lambang-lambang bahasa grafis.
c.       Menulis dilakukan untuk keperluan mencatat dan komunikasi.

Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan menulis?
Jelaskan bagaimana tugas orang tua dalam mempersiapkan anak belajar menulis?
Jelaskan proses neurologis saat anak menulis?
Sebutkan ciri-ciri anak berkesulitan belajar menulis dengan tangan?
Bagaimana caranya menciptakan suasana belajar yang dapat memberikan motivasi anak untuk gemar belajar?
Apa itu Disgrafia dalam dunia Pendidikan?
Apakah pengertian dan penyebab Disgrafia?
Bagaimanakah penanganan yang tepat bagi Disgrafia?
Bagaimana tanggapan dari orang tua tentang anak yang mengalami kesulitan belajar terutama pada Disgrafia?
Apakah orang tua memahami karakteristik dari anak mereka yang mengalami Disgrafia?
Pentingkah lingkungan keluarga dan masyarakat mengetahui karakter dari anak berkesulitan belajar terutama pada Disgrafia?
Apa peran guru untuk anak yang mengalami Disgrafia?

Tujuan dan Manfaat
Tujuan :
Memberi pengetahuan tentang pemahaman dari Disgrafia.
Menjelaskan pengertian dan penyebab Disgrafia.
Menjelaskan ciri-ciri Disgrafia.
Mengetahui penanganan yang tepat bagi Disgrafia.
Manfaat :
Dapat memberikan pengetahuan kepada orangtua, masyarakat, guru dan calon-calon guru ABK tentang apa itu Disgrafia.
Pemahaman tentang Disgrafia dapat memberikan kontribusi bagi para pendidik.
Mengetahui faktor-faktor yang terkait dengan kemampuan menulis.





BAB II
ISI
Hakikat Menulis
Proses belajar menulis melibatkan rentang waktu yang panjang. Proses belajar menulis tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan proses belajar berbicara dan membaca. Pada saat bayi dilahirkan mereka telah menyadari adanya berbagai bunyi sekitarnya. Lama kelamaan bayi menyadari bahwa bunyi-bunyi yang mereka keluarkan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengemukakan keinginannya. Pada usia dua tahun, anak biasanya telah mampu berbicara dengan menggunakan kalimat yang lebih panjang dan pada saat masuk SD anak telah mampu menggunakan kalimat lengkap dalam percakapan.
Pada usia pra sekolah, anak mungkin pernah mendengarkan cerita yang dibacakan oleh orangtua atau guru. Pada usia tersebut, anak juga melihat bahwa orang-orang dewasa memperoleh berbagai informasi melalui membaca surat kabar, majalah, atau buku. Berdasarkan pengalaman tersebut maka anak mulai menyadari perlunya kemampuan membaca. Pada awal anak belajar membaca, mereka menyadari pula, bahwa bahasa ujaran yang biasa digunakan dalam percakapan dapat dituangkan dalam bentuk lambang tulisan. Mulai saat itu, timbulah kesadaran pada anak tentang perlunya belajar menulis. Dengan demikian proses belajar menulis terkait erat dengan proses belajar berbicara dan membaca. Proses belajar menulis pada hakikatnya merupakan suatu proses neurofisiologis. Russel dan Wanda mengemukakan adanya pembagian otak ke dalam empat lobus, yakni:
Lobus Frontalis
Lobus Frontalis teletak dibagian depan, dilindungi oleh tulang dahi. Fungsi Lobus Frontalis adalah sebagai pusat pengertian, koordinasi motorik, dan yang berhubungan dengan watak dan tabiat.
2.      Lobus Parientalis
Lobus Perietalis terletak di bagian atas, dilindungi oleh tulang ubun-ubun. Fungsi dari Lobus Perietalis adalah untuk menerima dan menginterpretasikan rangsangan sensoris, kinestetis, orientasi ruang, penghayatan tubuh (body emage),
3.      Lobus Temporalis
                  Lobus Temporalis terletak pada bagian samping, dilindungi oleh tulang pelipis. Adapun fungsi Lobus Temporalis adalah sebagai pusat pengertian pembicaraan, pendengaran, asosiasi pendengaran, memori pengecap dan penciuman.

4.      Lobus Occipitalis
            Lobus Occipitalis terletak dibagian belakang, dilindungi oleh tulang belakang kepala. Fungsi Lobus Occipitalis adalah sebagai pusat penglihatan dan asosiasi penglihatan.
            Pada saat menulis akan terjadi peningkatan aktivitas pada susunan saraf pusat dan bagian-bagian organ tubuh. Stimulus dari lingkungan diterima oleh alat indera, dan selanjutnya diteruskan ke susunan saraf pusat melalui spinal ke cortex di daerah lobus occipitalis, lobus temporalis, lobus parietalis, dan lobus frontalis. Kemudian kembali ke saraf-saraf spinal yang keluar dari sumsum tulang belakang. Saraf-saraf spinal tersebut selanjutnya meneruskan rangsangan motorik melalui sistem pyramidal dari otak untuk selanjutnya berhubungan dengan sumsum tulang belakang yang berfungsi mengaktifkan otot-otot lengan, tangan, dan jari-jari untuk menulis sebagai respon terhadap rangsangan yang diterima.
            Disgrafia (Dysgraphia) adalah ketidakmampuan dalam menulis, terlepas dari kemampuan untuk membaca. Orang dengan Disgrafia sering berjuang dengan menulis bentuk surat atau tertulis dalam ruang yang didefinisikan. Hal ini juga bisa disertai dengan gangguan motorik halus. Kesulitan dalam menulis seringkali juga disalah persepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru. Akibatnya, anak yang bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke dalam bentuk tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan. Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya perhatian orang tua dan guru terhadap anak, ataupun keterlambatan proses visual motoriknya. Disgrafia adalah learning disorder dengan cirinya berupa ketidakmampuan menulis, terlepas dari kemampuan anak dalam membaca maupun tingkat intelegensianya. Disgrafia diidentifikasi sebagai keterampilan menulis yang secara terus-menerus berada di bawah ekspektasi jika dibandingkan usia anak dan tingkat intelegensianya.
            Proses menulis ditinjau dari proses komunikasi (dikutip oleh Sanders 1982:22) yaitu: Stimulus dari lingkungan yang masuk melalui
Auditori                           prsepsi           asosiasi
Visual                              pengertian     sumber berpikir                             wujud tulisan
Taktil Prepprioseptif         sekinestetis  impuls saraf (lengan dan tangan)
           

Pelajaran menulis mencakup:
1.      Menulis dengan tangan
Menulis dengan tangan  disebut juga menulis permulaan. Karena menulis terkait dengan membaca, maka pelajaran membaca dan menulis di kelas permulaan sering disebut juga pelajaran membaca dan menulis permulaan.
2.      Mengeja
3.      Menulis ekspresif (Lovitt, 1989:225)
Mengenai menulis ekspresif, Hallan, Kaufman dan Lloyd (1985:235) menyebutnya mengarang atau komposisi. Kesulitan dalam menulis ada yang memang karena gangguan pada motoris sehingga tulisanya sulit untuk dibaca orang lain, ada yang sangat lambat aktibitas motoriknya, dan juga adanya hambatan pada ideo motorik sehingga sering salah atau tidak sesuai apa yang dikatakan dengan yang ditulis.

B.      Kesulitan Belajar Menulis (Disgrafia)
Dalam menulis sesuatu seseorang membutuhkan penglihatan yang cukup jelas, keterampilan motorik halus, pengetahuan tentang bahasa dan ejaan, dan otak untuk mengkoordinasikan ide dengan mata dan tangan untuk menghasilkan tulisan. Jika salah satu elemen tersebut mengalami masalah maka menulis akan menjadi suatu pekerjaan yang sulit atau tidak mungkin dilakukan. Gangguan ini berkaitan dengan berkurangnya atau hilangnya kemampuan dalam menulis, sehingga tulisan yang dihasilkan sangat buruk dan hampir tidak dapat dibaca.
Menurut Lerner (1985:402), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan anak untuk menulis:
1.      Motorik
Anak yang perkembangan motoriknya belum matang atau mengalami gangguan, akan kesulitan dalam menulis. Tulisannya tidak jelas, terputus-putus dan tidak mengikuti garis.
2.      Perilaku
Anak yang kesulitan dalam menulis akan menunjukkan perilaku yang mudah bosan dalam belajar, karena ia kesulitan untuk mengekspresikan sesuatu.



3.      Persepsi
Jika persepsi visualnya yang terganggu, anak mungkin akan sulit membedakan bentuk-bentuk huruf yang hampir sama seperti, d dengan b, p dengan q, h dengan n, atau m dengan w.
Jika persepsi auditorisnya yang terganggu, maka anak akan kesulitan dalam menulis apa yang dikatakan oleh guru.
4.      Memori
Gangguan memori juga dapat menjadi penyebab terjadinya kesulitan menulis karena anak tidak mampu mengingat apa yang akan dituis. Jika gangguan menyangkut ingatan visual, maka anak akan sulit untuk mengingat huruf atau kata dan jika gangguan tersebut menyangkut memori auditori maka anak akan mengalami kesulitan menulis kata-kata yang baru saja diucapkan oleh gurunya.
5.      Kemampuan melaksanakan (cross modal)
Kemampuan ini menyangkut kemampuan mentransfer dan mengorganisasikan fungsi visual ke motorik. Kemampuan ini dapat menyebabkan anak mengalami gangguan koordinasi mata-tangan sehingga tulisan menjadi tidak jelas, terputus-putus atau tidak mengikuti garis lurus.
6.      Penggunaan tangan yang dominan
Anak yang tangan kirinya lebih dominan atau kidal tulisannya juga sering terbalik-balik dan kotor.
7.      Kemampuan memahami instruksi
Ketidakmampuan memahami instruksi dapat menyebabkan anak sering keliru menulis kata-kata yang sesuai dengan perintah guru.

1.      Visual Spatial (ruang penglihatan)
Lerner (1985: 413) menyatakan bahwa menulis adalah menuangkan ide-ide dalam bentuk visual. Gangguan dalam mengolah informasi non verbal: pemahaman waktu, daya bayang ruang, persepsi visual dan ingatan visual.
Cara belajar visual, yaitu belajar dengan cara melihat atau membaca, memahami materi lebih baik dalam bentuk visual dibandingkan verbal (catatan tertulis, diagram, grafik, peta, gambar), senang menggambar, membaca, menulis, mudah mengeja dan teratur.

Kiat belajar yang dapat diterapkan antara lain dengan menggunakan buku, film, komputer, alat-alat visual dan kartu, menandai catatan penting dengan warna atau tanda visual lainnya, menggunakan diagram, daftar, grafik atau menggunakan gambar dan ilustrasi, berwarna akan lebih menarik serta melakukan pencatatan di kelas.
Masalah visualisasi dan organisasi. Jenis gangguan ini bisa membuat anak kesulitan memisahkan jarak antar kata dan mengurutkan kata-kata secara logis di dalam kalimat.
Pemahaman visual juga dapat dengan cara:
a.       Mengangkat baris ( raised line)
Artinya anak yang terganggu dalam ruang penglihatannya akan sulit menulis karena mereka tidak dapat membedakan jarak antara baris satu dan baris selanjutnya. Maka jarak baris yang mereka lihat harus diperjelas..
b.      Memperbesar ruang ( Large area)
Mereka harus dilatih untuk mengatur jarak perbesaran ruang penglihatannya, dan melatih cara membedakan huruf dengan memperjelas huruf.
c.       Kertas grafik (Grapr paper)
Kertas grafik dapat memberikan latihan menulis kepada anak agar melatih visualnya.
Sementara itu, pengembangan diskriminasi visual dapat dilakukan dengan kegiatan membedakan bentuk, ukuran, dan detailnya, sehingga anak menyadari bagaimana cara menulis suatu huruf.

2.      Motorik halus (Fine motor)
Kesulitan dalam menulis ada yang memang karena gangguan pada motoris sehingga tulisannya sulit untuk dibaca orang lain, ada yang sangat lambat aktivitas motoriknya, dan juga adanya hambatan pada ideo motorik sehingga sering salah atau tidak sesuai apa yang dikatakan dengan yang ditulis.
Anak dengan disgrafia menemui kesulitan dalam menyusun kata serta mengkoordinasikan gerak motorik halusnya untuk menulis. Beberapa cirinya antara lain adalah besar huruf tidak konsisten, kesulitan memegang pensil, jarak antar huruf tidak sama, serta perbedaan mencolok antara kemampuan menulis dan berbicara.


a. Pegangan (Grip)
Kesulitan belajar menulis sering terkait dengan cara bagaimana anak memegang pensil.
Ada empat cara anak berkesulitan menulis dalam memegang pensil:
- sudut pensil terlalu besar
- sudut pensil terlalu kecil
- menggenggam pensil
- menyeret pensil
- memegang pensil dengan benar dengan cara bantuan sudut segitiga.
b. Kekerasan Diri (Lence Forms)
            Anak yang dengan hambatan belajar terutama untuk kesulitan menulis seringkali memaksakan dirinya untuk menulis. Cara motorik halusnya memegang pensil yang sulit maka akan membuat mereka memaksakan diri.
c. kelelahan (fatigue)
            Akibat dari anak terlalu memaksakan diri maka anak akan cepat merasa kelelahan. Oleh karena itu, akan mempengaruhi perkembangan anak dan mereka akan bosan untuk menulis.
Ada beberapa cara agar anak melatih motorik halusnya dalam menulis:
- Ajarkan anak untuk menyukai pensil
- Cari cara untuk memodifikasi pegangan anak dalam memegang pensil
- Kursif
- Meminimalkan salinan
- Berikan perpanjangan waktu

3.    Proses Bahasa
              Taringan (1986: 21) mengemukakan menulis sebagai melukiskan lambang-lambang grafis dari bahasa yang dipahami oleh penulisnya maupun orang lain yang menggunakan bahasa yang sama dengan penulisnya.
              Masalah bahasa, yang mengakibatkan kesulitan dalam mengucapkan serta mengeja kata dan memahami struktur kalimat. Cara belajar auditori, yaitu belajar dengan cara mendengarkan, memahami materi lebih baik dalam bentuk lisan (seminar, diskusi, instruksi verbal, belajar kelompok) dan mengerjakan tugas lebih baik dalam bentuk lisan, serta senang musik dan bahasa.
Proses bahasa sangat mempengaruhi anak dalam kesulitan menulis. Mereka tidak tahu apa yang mereka tulis dan tidak dapat mencek dirinya sendiri dalam menulis.
Adapun cara-cara agar anak disgfaria dapat memproses bahasa untuk menulis :
- pengolahan kata
- suara untuk mencetak
- organ maju
- kata kunci
- rancangan atau mengedit

C.    Ciri-ciri disgrafia
1.      Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
2.      Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
3.      Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
4.      Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan atau pemahamannya lewat tulisan.
5.      Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
6.      Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.
7.      Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.
8.      Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.
D.    Tahap Awal Pembelajaran Menulis Secara Umum
Kegiatan menulis merupakan penyampaian pesan melalui simbol bunyi yang berbentuk grafis. Menulis ialah komponen yang menentukan dan merupakan tujuan utama dalam program pengembangan bahasa. Menulis merupakan aktivitas yang sangat kompleks, meliputi :
a. Penyampaian pesan dengan berbicara dan mendengarkan.
b. Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi
c. Pemahaman tentang bentuk-bentuk simbol grafis melalui membaca


d. Koordinasi mata dan tangan untuk membentuk grafis yang melambangkan bunyi
e. Mampu mengekspresikan pesan dengan bahasa yang terstruktur.
f. Pesan yang terstruktur disampaikan lewat simbol grafis.
1.   Kegiatan Pra-Menulis
Anak bisa diajarkan menulis jika :
- Telah mampu menyentuh, meraih dan melepas suatu benda
- Mampu membedakan persamaan dan perbedaan antara objek dan rancangannya
- Sudah menentu gerakan jari tangannya.
Latihan pra-menulis antara lain :
1. Latihan menangkap dan melempar bola berbagai ukuran
2. Latihan koordinasi mata dan tangan
3. Latihan menulis dengan kapur atau spidol besar sebelum menggunakan pensil

2.   Menulis Tangan
Meskipun sudah ada teknologi yang modern untuk mencetak tulisan, tetapi menulis tangan masih tetap diajarkan karena untuk belajar lebih lanjut bidang studi lainnya.
Pada awal belajar menulis tangan dengan menulis huruf cetak, dengan alasan :
a. Huruf cetak lebih mudah dipelajari karena bentuknya sederhana.
b. Buku-buku pelajaran menggunakan huruf cetak.
c. Tulisan huruf cetak lebih mudah dibaca
d. Huruf cetak digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
e. Kata-kata yang ditulis dengan huruf cetak lebih mudah dieja.
Selanjutnya ahli lain menyarankan bahwa anak lebih dahulu diajarkan menulis dengan huruf sambung, dengan alasan sbb :
1.      Tulisan sambung memudahkan anak untuk mengenal kata-kata sebagai satu kesatuan.
2.      Tidak memungkinkan anak menulis terbalik-balik.
3.      Menulis dengan huruf sambung lebih cepat karena tidak ada gerakan pena yang terhenti untuk tiap huruf.

3.   Mengeja
Mengeja adalah kemampuan membunyikan huruf-huruf menjadi suku kata, kata, sampai pada  kalimat dan dapat menafsirkan maknanya.
Kompetensi mengeja meliputi :
1. Recognizes letters of the alphabets
2. Recognizes words
3. Says words that the can be recognized
4. Recognizes similarities and diffences in words
5. Associattes certain sounds (phonemes) with symbols from letters
6. Spells phonetically regular words
7. Spells phonetically irregular words
8. Generets rules for spelling various words and words problems
9. Uses correctly spelled words in written compositions.
Mengeja adalah suatu bidang yang tidak memungkinkan adanya kreativitas atau berpikir devergen. Hanya ada satu pola susunan huruf-huruf untuk suatu kata yang dapat dianggap benar. Sekelompok huruf yang sama akan memiliki makna yang berbeda jika disusun secara berbeda. Kelompok huruf ‘b’, ‘i’dan ‘u’ misalnya, dapat disusun menjadi “ibu”, “ubi”, “bui”, “iub”, tiga susunan pertama mengandung makna.
Oleh karena itu, mengeja pada hakikatnya adalah memproduksi urutan huruf yang benar baik dalam bentuk ucapan atau tulisan dari suatu kata yang berbeda makna atau mungkin tidak bermakna. Kemampuan mengeja murid dapat diketahui ketika  guru melakukan dikte kepada murid. Pada saat ini murid diminta untuk menulis dengan benar dengan huruf-huruf yang membentuk kata tertentu. Untuk melakukan ini murid dituntut untuk mengubah fonem (bunyi) ke dalam grafem (tulisan).
Pada murid dengan kesulitan belajar menulis jenis ejaan, mereka memiliki hambatan untuk mengubah bunyi ke dalam bentuk tulisan, sehingga mereka tidak mampu melakukan tugas dikte. Dengan kata lain, mereka tidak memiliki kesadarn bunyi  huruf.
Kesalahan lain yang ada pada murid kesulitan belajar menulis jenis ejaan adalah adanya pembalikan huruf dalam kata; ibu ditulis ubi, pembalikan konsonan dan vokal; kata air ditulis ari, kata berjalan ditulis berjrlan, dan pembalikan suku kata; kata laba ditulis bala.

Menurut Lerner (1985:406), ada dua cara untuk mengajarkan anak mengeja :
1.      Mengeja melalui pendekatan linguistic
Menekankan pada aturan-aturan dalam bahasa sehingga harus memperhatikan fonologi, morfologi dan sintaksis atau pola kata.
2.   Mengeja melalui pendekatan kata-kata.
4.   Ekspresif Menulis
Ekspresif menulis merupakan bagian akhir dari tingkatan kemampuan menulis, karena berbagai kemampuan yang dipelajari sebelumnya akan berujung untuk mengekspresikan perasaan, ide atau penyampaian pesan melalui simbol-simbol tertulis.
Tahapan mengajarkan menulis ekspresi oleh Lovitt (1989:251)  :
1. Menulis perintah dan pemberitahuan
2. Menulis laporan tentang artikel atau cerita
3. Merangkum bacaan
4. Menulis pengalaman pribadi
5. Menulis Karangan imajinatif
6. Menulis surat untuk tujuan sosial
7. Menulis untuk koran atau majalah sekolah
8. Menulis mengorganisasikan dan mengembangkan ide
9. Menulis peringatan untuk diri sendiri dan orang lain

E.  Metode Yang Digunakan Dalam Pembelajaran Menulis Permulaan
Dalam pembelajaran menulis ada beberapa metode yang dapat digunakan antara lain :
a.       Metode Eja
Belajar membaca dan menulis dimulai dari huruf-huruf yang dirangkaikan menjadi suku kata. Oleh karena itu, pengajaran dimulai dari pengenalan huruf-huruf. Demikian halnya dengan pengajaran menulis di mulai dari huruf lepas, dengan langka-langkah sebagai berikut:
1) Menulis huruf lepas.
2) Merangkaikan huruf lepas menjadi suku kata.
3) Merangkaikan suku kata menjadi kata.
4) Menyusun kata menjadi kalimat.

b.   Metode kata lembaga
Metode kata lembaga di mulai mengajar dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Mengenalkan kata.
2) Merangkaikan kata antar suku kata.
3) Menguraikan suku kata atas huruf-hurufnya.
4) Menggabungkan huruf menjadi kata.
c.   Metode Global
Metode global memulai pengajaran membaca dan menulis permulaan dengan membaca kalimat secara utuh yang ada di bawah gambar. Menguraikan kalimat dengan kata-kata, menguraikan kata-kata menjadi suku kata.
d.      Metode SAS
Menurut (Supriyadi, 1996: 334-335) pengertian metode SAS adalah suatu pendekatan cerita di sertai dengan gambar yang didalamnya terkandung unsur analitik sintetik. Metode SAS menurut (Djuzak,1996:8) adalah suatu pembelajaran menulis permulaan yang didasarkan atas pendekatan cerita yakni cara memulai mengajar menulis dengan menampil cerita yang diambil dari dialog siswa dan guru atau siswa dengan siswa. Teknik pelaksanaan pembelajaran metode SAS yakni keterampilan menulis kartu huruf, kartu suku kata, kartu kata dan kartu kalimat, sementara sebagian siswa mencari huruf, suku kata dan kata, guru dan sebagian siswa menempel kata-kata yang tersusun sehingga menjadi kalimat yang berarti (Subana).
Menurut Supriyadi metode yang cocok dengan jiwa anak-anak adalah metode SAS. Alasannya adalah :
(1) Metode ini menganut prinsip ilmu bahasa umum, bahwa bentuk bahasa yang terkecil adalah kalimat.
(2) Metode ini memperhitungkan pengalaman bahasa anak, dan
(3) Metode ini menganut prinsip menemukan sendiri.
Adapun Prosedur penggunaan Metode SAS adalah sebagai berikut :
1.      Membaca permulaan dijadikan dua bagian bagian pertama membaca permulaan tanpa buku bagian pertama membaca permulaan buku.
2.      Merekam bahasa anak melalui pertanyaan-pertanyaan dari pengajar sebagai kontak permulaan.
3.      Menampilkan gambar sambil bercerita. Setiap kali gambar diperlihatkan, muncullah kalimat anak-anak yang sesuai dengan gambar.
4.      Membaca kalimat secara struktural.
5.      Membaca permulaan dengan buku.
6.      Membaca lanjutan.
7.      Membaca dalam hati.

F.  Media yang Digunakan Dalam Pembelajaran Menulis Permulaan
Untuk mengajarakan menulis permulaan ada beberapa jenis media yang dapat digunakan antara lain :a. Papan tulis, digunakan guru untuk memberikan contoh, dan oleh siswa digunakan untuk menuliskan apa yang ditugaskan oleh guru. Misalnya menulis kata, kalimat, nama sendiri, dan sebagainya.b. Papan selip digunakan oleh guru untuk menyelipkan gambar atau kartu kata, kartu kalimat yang harus disalin oleh siswa atau gambar yang harus dituliskan judulnya oleh siswa.c. Papan tali, digunakan untuk menggantungkan kartu kalimat, kartu-kartu kata, dan huruf yang harus disalin oleh siswa, atau gambar yang perlu dituliskan judulnya.d. Majalah anak-anak dapat digunakan untuk tugas menyalin kalimat sederhana yang ada didalamnya atau menyalin judule. Papan nama, kartu nama, label, dan sebaginya digunakan untuk tugas menyalin.G.   Langkah – langkah Pembelajaran Menulis PermulaanLangkah-langkah kegiatan menulis permulaan terbagi ke dalam dua kelompok, yakni pengenalan huruf dan latihan.
Pengenalan Huruf Kegiatan ini dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan pembelajaran membaca permulaan. Penekanan pembelajaran diarahkan pada pengenalan bentuk tulisan serta pelafalannya dengan benar. Fungsi pengenalan ini dimaksudkan untuk melatih indra siswa dalam mengenal dan membeda-bedakan dan lambang-lambang tulisan.Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut.1.      Guru menunjukkan gambar seorang anak perempuan dan seorang anak laki-laki. Dua anak tersebut diberi nama “nani” dan “nana”.2.      Guru mengenalkan nama kedua anak itu sambil menunjuk tulisan “nani” dan “nana” yang tertera di baawah masing-masing gambar.3.      Melalui proses tanya-jawab secara berulang-ulang, anak diminta menunjukkan mana “nani” dan mana “nana” sambil diminta menunjukkan bentuk tulisannya.4.      Selanjutnya, guru memindahkan dan menuliskan kedua bentuk tulisan tersebut di papan tulis, anak diminta memperhatikannya.Guru hendaknya menulis secara perlahan-lahan dan anak diminta untuk memerhatikan gerakan-gerakan tangan, serta contoh pengucapan dari bentuk tulisan yang sedang ditulis guru.5.      Setiap tulisan itu kemudian dianalisis dan disintesiskan kembali.Ada beberapa bentuk latihan menulis permulaan yang dapat kita lakukan, antara lain berikut ini.1.      Latihan memegang pensil dan duduk dengan sikap dan posisi yang benar.Tangan kanan berfungsi untuk menulis, tangan kiri untuk menekan buku tulis agar tidak mudah tegeser. Pensil diletakkan di antara ibu jari dan telunjuk. Ujung jari, telunjuk, dan jari tengah menekan pensil dengan luwes, tidak kaku.2.      Latihan gerakan tangan.
Mula-mula melatih gerakan tangan di udara dengan telunjuk sendiri, atau dengan bantuan alat seperti pensil. Agar kegiatan ini menarik, sebaiknya disertai dengan kegiatan bercerita. Misalnya, untuk melatih membuat garis tegak lurus, guru dapat bercerita yang ada kaitannya dengan pagar, bulatan dengan telur, dan sebagainya.3.      Latihan mengeblatMenirukan atau menebalkan suatu tulisan dengan menindas tulisan yang sudah ada. Ada beberapa cara mengeblat yang bisa dilakukan anak, misalnya dengan menggunakan karbon, menggunakian kertas tipis, menebalkan tulisan yang sudah ada. Pengawasan dan bimbingan harus dilakukan secara individu sampai seluruh anak terperhatikan.4.      Latihan menghubung-hubungkan tanda titik yang membentuk tulisan.Latihan dapat dilakukan pada buku-buku yang secara khusus menyajikan latihan semacam ini.

5.      Latihan menatap bentuk tulisanLatihan ini dimaksudkan untuk melatih kordinasi antara mata, ingatan, dan jemari anak ketika menulis, sehingga anak dapat mengingat bentuk kata/huruf dalam benaknya, dan memindahkannya ke jemari tangannya.6.      Latihan menyalin baik dari buku pelajaran maupun dari tulisan guru pada papan tulis.Latihan ini hendaknya diberikan setelah dipastikan bahwa semua anak telah mengenal huruf dengan baik. Ada beragam model variasi latihan menyalin, di antaranya menyalin tulisan apa adanya sesui dengan sumber yang ada, menyalin tulisan dengan cara berbeda, misalnya dari huruf cetak ke huruf tegak sambung, atau sebaliknya dari huruf bersambung ke huruf cetak.7.      Latihan menulis halus/indah.Latihan dapat dilakukan dengan menggunakan buku bergaris untuk latihan menulis atau buku otak. Ada petunjuk berharga yang dapat Anda ikuti, jika murid-murid Anda tidak memiliki fasilitas seperti itu. Perhatikan petunjuk berikut dengan cermat.8.      Latihan dikte/imla.Latihan ini dimaksudkan untuk melatih siswa dalam mengordinasikan ucapan, pendengaran, ingatan, dan jari-jarinya (ketika menulis), sehingga ucapan seseorang itu dapat didengar, diingat, dan dipindahkan ke dalam wujud tulisan dengan benar.9.      Latihan melengkapi tulisan (melengkapi huruf, suku kata, atau kata) yang secara sengaja dihilangkan.









BAB IIIPEMBAHASANA.    Pembahasan
Disgrafia adalah ketidakmampuan dalam menulis, terlepas dari kemampuan untuk membaca. Mereka sering berjuang dengan menulis bentuk surat atau tertulis dalam ruang yang didefinisikan. Hal ini juga bisa disertai dengan gangguan motorik halus. Kesulitan dalam menulis seringkali juga disalah persepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru.1.      Kesulitan Belajar Menulis (Disgrafia)
Disgrafia ini berbeda dengan tulisan tangan yang jelek. Tulisan tangan yang jelek biasanya tetap dapat terbaca oleh penulisnya, dan juga dilakukan dalam waktu yang relatif sama dengan yang menulis dengan bagus. Akan tetapi untuk disgrafia, anak membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menulis. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi anak kesulitan belajar menulis:- Visual Spatial (ruang penglihatan)Lerner (1985: 413) menyatakan bahwa menulis adalah menuangkan ide-ide dalam bentuk visual. Penglihatan yang tidak jelas dan terganggu akan mengakibatkan anak sulit dalam membedakan huruf. Apabila ruang penglihatan sempit maka akan mengganggu anak dalam mengikuti huruf yang dilihatnya.
Pemahaman visual juga dapat dengan cara:a.       Mengangkat baris ( raised line)
b.      Memperbesar ruang ( Large area)
c.       Kertas grafik (Grapr paper)
- Motorik halus (Fine motor)Cara belajar Kinestetik, yaitu belajar dengan cara bergerak dan melakukan, memahami materi lebih baik dengan bergerak, menyentuh, ekplorasi, membuat karya, hands-on activities, praktikum, field trips, serta senang olah raga, drama, menari, membuat karya. Gangguan ini berkaitan dengan berkurangnya atau hilangnya kemampuan dalam menulis, sehingga tulisan yang dihasilkan sangat buruk dan hampir tidak dapat dibaca. Gangguan  ini terjadi karena otot-otot serta syaraf-syaraf yang berfungsi dalam mengendalikan gerakan halus (fine motor) terganggu atau tidak berfungsi.


a. Pegangan (Grip)
b. Kekerasan Diri (Lence Forms)
            Cara motorik halusnya memegang pensil yang sulit maka akan membuat
mereka memaksakan diri.
c. kelelahan (fatigue)
            Akibat dari anak terlalu memaksakan diri maka anak akan cepat merasa kelelahan.
- Proses Bahasa
Proses bahasa sangat mempengaruhi anak dalam kesulitan menulis. Mereka tidak tahu apa yang mereka tulis dan tidak dapat mencek dirinya sendiri dalam menulis.
Jadi, disgrafia (kesulitan belajar) adalah anak yang mengalami hambatan pada visual, motorik dan proses bahasanya. Sebagai langkah awal dalam menghadapinya, orang tua harus paham bahwa disgrafia bukan disebabkan tingkat intelegensi yang rendah, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar.

B.     Kesimpulan
Gangguan Belajar (Learning Disorder) adalah suatu gangguan neurologis yang mempengaruhi kemampuan untuk menerima, memproses, menganalisis atau menyimpan informasi. Anak dengan Disgrafia mungkin mempunyai tingkat intelegensia yang sama atau bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan teman sebayanya, tetapi sering berjuang untuk belajar secepat orang di sekitar mereka.
Disgrafia adalah kesulitan khusus dimana anak-anak tidak bisa menuliskan atau mengekspresikan pikirannya kedalam bentuk tulisan,karena mereka tidak bisa menyuruh atau menyusun kata dengan baik dan mengkoordinasikan motorik halusnya (tangan) untuk menulis. Secara spesifik penyebab disgrafia tidak diketahui secara pasti, namun apabila disgrafia terjadi secara tiba-tiba pada anak maupun orang yang telah dewasa maka diduga disgrafia disebabkan oleh trauma kepala entah karena kecelakaan, penyakit, dan seterusnya. Disamping itu para ahli juga menemukan bahwa anak dengan gejala disgrafia terkadang mempunyai anggota keluarga yang memiliki gejala serupa.



v  Penanganan yang tepat untuk anak disgrafia
Adapun penanganan secara terstruktur dapat dilakukan melalui beberapa hal berikut:
1.      Faktor kesiapan menulis
Menulis membutuhkan kontrol maskular, koordinasi mata-tangan, dan diskriminasi visual. Aktivitas yang mendukung kontrol muskular antara lain: menggunting, mewarnai gambar, finger painting, dan tracing. Kegiatan koordinasi mata-tangan antara lain: membuat lingkaran dan menyalin bentuk geomteri.
2.    Aktivitas lain yang mendukung
- Kegiatan yang memberikan kerja aktif dari pergerakan otot bahu, lengan atas serta bawah, dan jari.
- Menelusuri bentuk geometri dan barisan titik.
- Menyambungkan titik.
- Membuat garis horizontal dari kiri ke kanan.
- Membuat garis vertikal dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.
- Membuat bentuk-bentuk lingkaran dan kurva.
- Membuat garis miring secara vertikal.
- Menyalin bentuk-bentuk sederhana.
- Membedakan bentuk huruf yang mirip bentuknya dan huruf yang hampir sama     
  bunyinya.
2.      Menulis huruf lepas/cetak
- Perlihatkan sebuah huruf yang akan ditulis.
- Ucapkan dengan jelas nama huruf dan arah garis untuk membuat huruf itu.
- Anak menelusuri huruf itu dengan jarinya sambil mengucapkan dengan jelas arah       
garis untuk membuat huruf itu.
- Anak menelusuri garis tersebut dengan pensilnya.
- Anak menyalin contoh huruf itu di kertas/bukunya.
4.    Menulis huruf transisi
Huruf transisi adalah huruf yang digunakan untuk melatih siswa sebelum menguasai huruf sambung. Adapun langkah-langkah pengajarannya sebagai berikut:


-  Kata atau huruf ditulis dalam bentuk lepas atau cetak.
- Huruf yang satu dan yang lain disambungkan dengan titik-titik dengan meggunakan    warna yang berbeda.
- Anak menelusuri huruf dan sambungannya sehingga menjadi bentuk huruf sambung.
v  Peran lingkungan keluarga dan masyarakat mengenai karakteristik disgrafia. Untuk para orang tua/guru/orang-orang yang dekat dengan anak, kesulitan belajar menulis (disgrapia) sering terkait dengan beberapa hal di bawah ini, antara lain :
-          Positioning :Untuk mendukung pada tulisan anak, ingatkan agar duduk dengan  posisi yang benar karena kestabilan trunk akan mendukung pada kontrol lengan yang baik pula.
-          Ukuran Kursi yang Tepat: Ingatkan anak agar duduk dengan posisi:
1.      kaki flat di lantai dan posisi paha paralel dengan lantai.
2.      Pergelangan kaki, lutut, dan paha membentuk sudut 900
3.      Pastikan tempat duduk tidak terlalu lebar, sehingga anak dapat bersandar dengan   nyaman. Lebar lutut belakang ke kursi sekitar 2″. Kita harus dapat meletakkan satu jari atau dua jari di sela paha dan kursi.
4.      Pastikan sudut kursi tidak membuat anak mengarah ke belakang.
-          Posisi Kursi yang Benar : Pastikan anak duduk secara nyaman dan agak condong ke depan dan ke arah depan. Lengan saat diletakkan di atas meja berada di sudut 300.
-          Modifikasi: Pemberian alat Bantu bidang miring akan membantu anak supaya duduk lebih tegak, sehingga tidak banyak menekuk lehernya dan ketika sedang mengerjakan tugas pada bidang miring itu akan membuat secara otomatis ekstensi pergelangan tangannya sehingga mampu menulis.
-          Posisi kertas
Saat duduk dengan tepat, anak seharusnya meletakkan kertas di atas meja dan di bawah yang menulis membentuk formasi segitiga.
-          Sudut kertas seharusnya:
1.      200-450, bagi anak yang tangan kanannya dominan.
2.      300-450, bagi anak yang tangan kirinya dominan.


Saran
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua/guru untuk membantu anak yang mengalami gangguan ini, diantaranya:
Memahami keadaan anak/siswa. Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja.
Meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini secara lisan, bukan tulisan.
Menyajikan tulisan cetak. Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer atau mesin tik.
Membangun rasa percaya diri anak. Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kita sebagai calon pendidik juga harus memahami karakteristik dari disgrafia, cara penanganannya dan bagaimana asessmennya.
-          Pembaca
Semoga dengan adanya makalah  ini dapat bermanfaat dan  menambah pengetahuan pembaca tentang disgrafia.
-          Untuk seluruh mahasiswa
a.       Diharapkan dengan adanya makalah ini mahasiswa dapat mengetahui karakteristik apa saja yang ada pada disgrafia dan cara penanganannya.
b.      Diharapkan pembaca dapat memanfaatkan makalah ini dengan sebaik-baiknya dan memberikan dampak positif dalam pemahaman bagaimana disgrafia.




DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Anak Berkesulitan Belajar Spesifik. Diakses dari http://syakirshaka.blogspot.com.
Anonim. 2012. Klasifikasi Gangguan Belajar Berdasarkan Penyebab. Diakses dari http://klinikautisindonesia.wordpress.com, pada tanggal 30 Maret 2013.
Anonim. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus. Diakses dari: http://pjjpgsd.dikti.go.id, pada tanggal 3 Desember 2012.
Friend, M. (2005)  Special Education,  Contemporary Perspectives for Schools.
Owen, Jr,  R.E.  (1984)  Language Development.  Columbus: Charles E. Merril.
Professional, Boston: The University of North Carolina at Greensboro Publishing Company.
Russell., (1986). Neurology for the Speech Language Pathologist. Boston : Butherworth.
Sumarno Markam., (1989), Pengendalian Kesulitan Belajar dan DMO. Jakarta : FKUI.
Suwardani, Eric. 2012. Klasifikasi Abbs. Diakses dari http://ericha-wardhani.blogspot.com, pada tanggal 30 Maret 2013.
Tarmidi. 2008. Kesulitan Belajar (Learning Dissability) Dan Masalah Emosi: Diakses dari http://tarmidi.wordpress.com, pada tanggal 30 Maret 2013.
 Tarigan, Henry Guntur., (1986), Menulis. Bandung : Angkasa.
Tarmansyah, (1996), Gangguan Komunikasi, Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti-Proyek Pendidikan Tenaga Guru 
Wardani, IGAK, (1995) Pengajaran Bahasa Indonesia,  Jakarta: Depdikbud-Dirjen Dikti Proyek Pendidikan Tenaga Guru.


































































  1. Latar Belakang
Bagi orang tua, anak adalah sebuah representasi keberhasilan keluarganya. Karena itu, keberhasilan dalam belajar anaknya merupakan salah satu faktor penting dan diharapkan. Keberhasilan belajar anaknya akan mampu mengembangkan konsep diri yang positif bagi anak. Namun, bagi beberapa anak-anak berkesulitan belajar proses belajar tidak mudah, mereka memiliki kendala yang datang dari dalam dirinya. Kesulitan belajar menunjuk pada sekelompok kesulitan yang manifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar atau kemampuuan dalam bidang studi matematika. Gangguan tersebut intrinsik dan diduga disebabkan oleh adanya disfungsi sistem saraf. Anak berkesulitan belajar adalah salah satu dari mereka yang berada dalam kelompok anak berkebutuhan khusus (children with special needs). Mereka adalah anak yang memiliki disfungsi minimum otak (DMO), sehingga menyebabkan tercampur aduk sinyal-sinyal di antara indera otaknya atau terjadi gangguan di dalam sistem saraf pusat otak (neurobiologist) yang menimbulkan gangguan berbagai perkembangan, misalnya gangguan berbicara, berbahasa serta kemampuan akademik.
Secara umum, penanganan anak berkesulitan belajar memiliki tujuan untuk membangkitkan kesadaran tentang dirinya, kemudian mengembangkan kelebihan dan meminimalkan kesulitan/kekurangan dalam dirinya. Diperlukan upaya serius dan berkesinambungan untuk melaksanakan penanganan anak berkesulitan belajar. Anak-anak berkesulitan belajar, biasanya merasa frustrasi karena sering mengalami kegagalan dalam menyelesaikan tugas atau pun langkah-langkah untuk diri sendiri.
Ada dua jenis kesulitan belajar (learning disabilities), yaitu yang bersifat developmental dan yang bersifat akademis. Komponen utama dari developmental learning disabilities adalah perhatian, memori, persepsi, dan kerusakan persepsi motori, selain kerusakan berpikir dan kekurangan bahasa. Di dalam kelompok ini, sejumlah anak yang memiliki kesulitan belajar khusus ( specific learning difficulty, SpLD) atau kesulitan belajar akademis dideskripsikan sebagai mereka yang memiliki kesulitan dalam aspek bahasa, membaca, mengeja, dan matematika. Meskipun fungsi inteligensinya normal dalam arti intelektual, mereka mengalami kesulitan yang signifikan sekalipun tingkat kinerjanya secara umum baik.
Menulis bukan hanya menyalin tetapi juga mengekspresikan pikiran dan perasaan ke dalam lambang-lambang tulisan. Kegunaan kemampuan menulis bagi para siswa adalah utnuk menyalin, mencatat, dan mengerjakan sebagian besar tugas sekolah. Tanpa memiliki kemampuan untuk menulis, siswa akan mengalami banyak kesulitan dalam melaksanakan ketiga jenis tugas tersebut. Banyak orang yang lebih menyukai membaca dripada menulis karena menulis dirasakan lebih lambat dan lebih sulit. Meskipun demikian, kemampuan menulis sangat diperlukan baik dalam kehidupan di sekolah maupun di masyarakat. Siswa memerlukan kemampuan menulis untuk menyalin, mencatat, atau untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Dalam kehidupan masyarakat orang memerlukan kemampuan menulis untuk keperluan berkirim surat, mengisi formulir, atau membuat catatan.
Ada banyak beberapa definisi tentang menulis. Lerner mengemukakan bahwa menulis adalah menuangkan ide-ide ke dalam suatu bentuk visual.  Menulis adalah suatu aktivitas yang mencakup gerakan lengan, tangan, jari dan mata teintegrasi. Menulis juga terkait dengan pemahaman bahasa dan kemampuan bicara. Menurut Tarigan bahwa menulis itu sebagai lambang-lambang grafis dari bahasa yang dipahami oleh penulisnya maupun orang lain yang menggunakan bahasa yang sama dengan penulis tersebut.
Dari beberapa definisi tentang menulis yang telah dikemukakan dapat disimpulkan:
a.       Menulis merupakan salah satu komponen sistem komunikasi.
b.      Menulis adalah menggambarkan pikiran, perasaan, dan ide kedalam bentuk lambang-lambang bahasa grafis.
c.       Menulis dilakukan untuk keperluan mencatat dan komunikasi.

  1. Rumusan Masalah
  1. Apa yang dimaksud dengan menulis?
  2. Jelaskan bagaimana tugas orang tua dalam mempersiapkan anak belajar menulis?
  3. Jelaskan proses neurologis saat anak menulis?
  4. Sebutkan ciri-ciri anak berkesulitan belajar menulis dengan tangan?
  5. Bagaimana caranya menciptakan suasana belajar yang dapat memberikan motivasi anak untuk gemar belajar?
  6. Apa itu Disgrafia dalam dunia Pendidikan?
  7. Apakah pengertian dan penyebab Disgrafia?
  8. Bagaimanakah penanganan yang tepat bagi Disgrafia?
  9. Bagaimana tanggapan dari orang tua tentang anak yang mengalami kesulitan belajar terutama pada Disgrafia?
  10. Apakah orang tua memahami karakteristik dari anak mereka yang mengalami Disgrafia?
  11. Pentingkah lingkungan keluarga dan masyarakat mengetahui karakter dari anak berkesulitan belajar terutama pada Disgrafia?
  12. Apa peran guru untuk anak yang mengalami Disgrafia?

  1. Tujuan dan Manfaat
Tujuan :
  1. Memberi pengetahuan tentang pemahaman dari Disgrafia.
  2. Menjelaskan pengertian dan penyebab Disgrafia.
  3. Menjelaskan ciri-ciri Disgrafia.
  4. Mengetahui penanganan yang tepat bagi Disgrafia.
Manfaat :
  1. Dapat memberikan pengetahuan kepada orangtua, masyarakat, guru dan calon-calon guru ABK tentang apa itu Disgrafia.
  2. Pemahaman tentang Disgrafia dapat memberikan kontribusi bagi para pendidik.
  3. Mengetahui faktor-faktor yang terkait dengan kemampuan menulis.





BAB II
ISI
  1. Hakikat Menulis
Proses belajar menulis melibatkan rentang waktu yang panjang. Proses belajar menulis tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan proses belajar berbicara dan membaca. Pada saat bayi dilahirkan mereka telah menyadari adanya berbagai bunyi sekitarnya. Lama kelamaan bayi menyadari bahwa bunyi-bunyi yang mereka keluarkan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengemukakan keinginannya. Pada usia dua tahun, anak biasanya telah mampu berbicara dengan menggunakan kalimat yang lebih panjang dan pada saat masuk SD anak telah mampu menggunakan kalimat lengkap dalam percakapan.
Pada usia pra sekolah, anak mungkin pernah mendengarkan cerita yang dibacakan oleh orangtua atau guru. Pada usia tersebut, anak juga melihat bahwa orang-orang dewasa memperoleh berbagai informasi melalui membaca surat kabar, majalah, atau buku. Berdasarkan pengalaman tersebut maka anak mulai menyadari perlunya kemampuan membaca. Pada awal anak belajar membaca, mereka menyadari pula, bahwa bahasa ujaran yang biasa digunakan dalam percakapan dapat dituangkan dalam bentuk lambang tulisan. Mulai saat itu, timbulah kesadaran pada anak tentang perlunya belajar menulis. Dengan demikian proses belajar menulis terkait erat dengan proses belajar berbicara dan membaca. Proses belajar menulis pada hakikatnya merupakan suatu proses neurofisiologis. Russel dan Wanda mengemukakan adanya pembagian otak ke dalam empat lobus, yakni:
  1. Lobus Frontalis
Lobus Frontalis teletak dibagian depan, dilindungi oleh tulang dahi. Fungsi Lobus Frontalis adalah sebagai pusat pengertian, koordinasi motorik, dan yang berhubungan dengan watak dan tabiat.
2.      Lobus Parientalis
Lobus Perietalis terletak di bagian atas, dilindungi oleh tulang ubun-ubun. Fungsi dari Lobus Perietalis adalah untuk menerima dan menginterpretasikan rangsangan sensoris, kinestetis, orientasi ruang, penghayatan tubuh (body emage),
3.      Lobus Temporalis
                  Lobus Temporalis terletak pada bagian samping, dilindungi oleh tulang pelipis. Adapun fungsi Lobus Temporalis adalah sebagai pusat pengertian pembicaraan, pendengaran, asosiasi pendengaran, memori pengecap dan penciuman.

4.      Lobus Occipitalis
            Lobus Occipitalis terletak dibagian belakang, dilindungi oleh tulang belakang kepala. Fungsi Lobus Occipitalis adalah sebagai pusat penglihatan dan asosiasi penglihatan.
            Pada saat menulis akan terjadi peningkatan aktivitas pada susunan saraf pusat dan bagian-bagian organ tubuh. Stimulus dari lingkungan diterima oleh alat indera, dan selanjutnya diteruskan ke susunan saraf pusat melalui spinal ke cortex di daerah lobus occipitalis, lobus temporalis, lobus parietalis, dan lobus frontalis. Kemudian kembali ke saraf-saraf spinal yang keluar dari sumsum tulang belakang. Saraf-saraf spinal tersebut selanjutnya meneruskan rangsangan motorik melalui sistem pyramidal dari otak untuk selanjutnya berhubungan dengan sumsum tulang belakang yang berfungsi mengaktifkan otot-otot lengan, tangan, dan jari-jari untuk menulis sebagai respon terhadap rangsangan yang diterima.
            Disgrafia (Dysgraphia) adalah ketidakmampuan dalam menulis, terlepas dari kemampuan untuk membaca. Orang dengan Disgrafia sering berjuang dengan menulis bentuk surat atau tertulis dalam ruang yang didefinisikan. Hal ini juga bisa disertai dengan gangguan motorik halus. Kesulitan dalam menulis seringkali juga disalah persepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru. Akibatnya, anak yang bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke dalam bentuk tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan. Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya perhatian orang tua dan guru terhadap anak, ataupun keterlambatan proses visual motoriknya. Disgrafia adalah learning disorder dengan cirinya berupa ketidakmampuan menulis, terlepas dari kemampuan anak dalam membaca maupun tingkat intelegensianya. Disgrafia diidentifikasi sebagai keterampilan menulis yang secara terus-menerus berada di bawah ekspektasi jika dibandingkan usia anak dan tingkat intelegensianya.

            Proses menulis ditinjau dari proses komunikasi (dikutip oleh Sanders 1982:22) yaitu: Stimulus dari lingkungan yang masuk melalui

Auditori                           prsepsi           asosiasi

Visual                              pengertian     sumber berpikir                             wujud tulisan

Taktil Prepprioseptif         sekinestetis  impuls saraf (lengan dan tangan)
           

Pelajaran menulis mencakup:
1.      Menulis dengan tangan
Menulis dengan tangan  disebut juga menulis permulaan. Karena menulis terkait dengan membaca, maka pelajaran membaca dan menulis di kelas permulaan sering disebut juga pelajaran membaca dan menulis permulaan.
2.      Mengeja
3.      Menulis ekspresif (Lovitt, 1989:225)
Mengenai menulis ekspresif, Hallan, Kaufman dan Lloyd (1985:235) menyebutnya mengarang atau komposisi. Kesulitan dalam menulis ada yang memang karena gangguan pada motoris sehingga tulisanya sulit untuk dibaca orang lain, ada yang sangat lambat aktibitas motoriknya, dan juga adanya hambatan pada ideo motorik sehingga sering salah atau tidak sesuai apa yang dikatakan dengan yang ditulis.

B.      Kesulitan Belajar Menulis (Disgrafia)
Dalam menulis sesuatu seseorang membutuhkan penglihatan yang cukup jelas, keterampilan motorik halus, pengetahuan tentang bahasa dan ejaan, dan otak untuk mengkoordinasikan ide dengan mata dan tangan untuk menghasilkan tulisan. Jika salah satu elemen tersebut mengalami masalah maka menulis akan menjadi suatu pekerjaan yang sulit atau tidak mungkin dilakukan. Gangguan ini berkaitan dengan berkurangnya atau hilangnya kemampuan dalam menulis, sehingga tulisan yang dihasilkan sangat buruk dan hampir tidak dapat dibaca.
Menurut Lerner (1985:402), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan anak untuk menulis:
1.      Motorik
Anak yang perkembangan motoriknya belum matang atau mengalami gangguan, akan kesulitan dalam menulis. Tulisannya tidak jelas, terputus-putus dan tidak mengikuti garis.
2.      Perilaku
Anak yang kesulitan dalam menulis akan menunjukkan perilaku yang mudah bosan dalam belajar, karena ia kesulitan untuk mengekspresikan sesuatu.



3.      Persepsi
Jika persepsi visualnya yang terganggu, anak mungkin akan sulit membedakan bentuk-bentuk huruf yang hampir sama seperti, d dengan b, p dengan q, h dengan n, atau m dengan w.
Jika persepsi auditorisnya yang terganggu, maka anak akan kesulitan dalam menulis apa yang dikatakan oleh guru.
4.      Memori
Gangguan memori juga dapat menjadi penyebab terjadinya kesulitan menulis karena anak tidak mampu mengingat apa yang akan dituis. Jika gangguan menyangkut ingatan visual, maka anak akan sulit untuk mengingat huruf atau kata dan jika gangguan tersebut menyangkut memori auditori maka anak akan mengalami kesulitan menulis kata-kata yang baru saja diucapkan oleh gurunya.
5.      Kemampuan melaksanakan (cross modal)
Kemampuan ini menyangkut kemampuan mentransfer dan mengorganisasikan fungsi visual ke motorik. Kemampuan ini dapat menyebabkan anak mengalami gangguan koordinasi mata-tangan sehingga tulisan menjadi tidak jelas, terputus-putus atau tidak mengikuti garis lurus.
6.      Penggunaan tangan yang dominan
Anak yang tangan kirinya lebih dominan atau kidal tulisannya juga sering terbalik-balik dan kotor.
7.      Kemampuan memahami instruksi
Ketidakmampuan memahami instruksi dapat menyebabkan anak sering keliru menulis kata-kata yang sesuai dengan perintah guru.

1.      Visual Spatial (ruang penglihatan)
Lerner (1985: 413) menyatakan bahwa menulis adalah menuangkan ide-ide dalam bentuk visual. Gangguan dalam mengolah informasi non verbal: pemahaman waktu, daya bayang ruang, persepsi visual dan ingatan visual.
Cara belajar visual, yaitu belajar dengan cara melihat atau membaca, memahami materi lebih baik dalam bentuk visual dibandingkan verbal (catatan tertulis, diagram, grafik, peta, gambar), senang menggambar, membaca, menulis, mudah mengeja dan teratur.

Kiat belajar yang dapat diterapkan antara lain dengan menggunakan buku, film, komputer, alat-alat visual dan kartu, menandai catatan penting dengan warna atau tanda visual lainnya, menggunakan diagram, daftar, grafik atau menggunakan gambar dan ilustrasi, berwarna akan lebih menarik serta melakukan pencatatan di kelas.
Masalah visualisasi dan organisasi. Jenis gangguan ini bisa membuat anak kesulitan memisahkan jarak antar kata dan mengurutkan kata-kata secara logis di dalam kalimat.
Pemahaman visual juga dapat dengan cara:
a.       Mengangkat baris ( raised line)
Artinya anak yang terganggu dalam ruang penglihatannya akan sulit menulis karena mereka tidak dapat membedakan jarak antara baris satu dan baris selanjutnya. Maka jarak baris yang mereka lihat harus diperjelas..
b.      Memperbesar ruang ( Large area)
Mereka harus dilatih untuk mengatur jarak perbesaran ruang penglihatannya, dan melatih cara membedakan huruf dengan memperjelas huruf.
c.       Kertas grafik (Grapr paper)
Kertas grafik dapat memberikan latihan menulis kepada anak agar melatih visualnya.
Sementara itu, pengembangan diskriminasi visual dapat dilakukan dengan kegiatan membedakan bentuk, ukuran, dan detailnya, sehingga anak menyadari bagaimana cara menulis suatu huruf.

2.      Motorik halus (Fine motor)
Kesulitan dalam menulis ada yang memang karena gangguan pada motoris sehingga tulisannya sulit untuk dibaca orang lain, ada yang sangat lambat aktivitas motoriknya, dan juga adanya hambatan pada ideo motorik sehingga sering salah atau tidak sesuai apa yang dikatakan dengan yang ditulis.
Anak dengan disgrafia menemui kesulitan dalam menyusun kata serta mengkoordinasikan gerak motorik halusnya untuk menulis. Beberapa cirinya antara lain adalah besar huruf tidak konsisten, kesulitan memegang pensil, jarak antar huruf tidak sama, serta perbedaan mencolok antara kemampuan menulis dan berbicara.


a. Pegangan (Grip)
Kesulitan belajar menulis sering terkait dengan cara bagaimana anak memegang pensil.
Ada empat cara anak berkesulitan menulis dalam memegang pensil:
- sudut pensil terlalu besar
- sudut pensil terlalu kecil
- menggenggam pensil
- menyeret pensil
- memegang pensil dengan benar dengan cara bantuan sudut segitiga.
b. Kekerasan Diri (Lence Forms)
            Anak yang dengan hambatan belajar terutama untuk kesulitan menulis seringkali memaksakan dirinya untuk menulis. Cara motorik halusnya memegang pensil yang sulit maka akan membuat mereka memaksakan diri.
c. kelelahan (fatigue)
            Akibat dari anak terlalu memaksakan diri maka anak akan cepat merasa kelelahan. Oleh karena itu, akan mempengaruhi perkembangan anak dan mereka akan bosan untuk menulis.
Ada beberapa cara agar anak melatih motorik halusnya dalam menulis:
- Ajarkan anak untuk menyukai pensil
- Cari cara untuk memodifikasi pegangan anak dalam memegang pensil
- Kursif
- Meminimalkan salinan
- Berikan perpanjangan waktu

3.    Proses Bahasa
              Taringan (1986: 21) mengemukakan menulis sebagai melukiskan lambang-lambang grafis dari bahasa yang dipahami oleh penulisnya maupun orang lain yang menggunakan bahasa yang sama dengan penulisnya.
              Masalah bahasa, yang mengakibatkan kesulitan dalam mengucapkan serta mengeja kata dan memahami struktur kalimat. Cara belajar auditoriyaitu belajar dengan cara mendengarkan, memahami materi lebih baik dalam bentuk lisan (seminar, diskusi, instruksi verbal, belajar kelompok) dan mengerjakan tugas lebih baik dalam bentuk lisan, serta senang musik dan bahasa.
Proses bahasa sangat mempengaruhi anak dalam kesulitan menulis. Mereka tidak tahu apa yang mereka tulis dan tidak dapat mencek dirinya sendiri dalam menulis.
Adapun cara-cara agar anak disgfaria dapat memproses bahasa untuk menulis :
- pengolahan kata
- suara untuk mencetak
- organ maju
- kata kunci
- rancangan atau mengedit

C.    Ciri-ciri disgrafia
1.      Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
2.      Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
3.      Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
4.      Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan atau pemahamannya lewat tulisan.
5.      Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
6.      Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.
7.      Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.
8.      Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.
D.    Tahap Awal Pembelajaran Menulis Secara Umum
Kegiatan menulis merupakan penyampaian pesan melalui simbol bunyi yang berbentuk grafis. Menulis ialah komponen yang menentukan dan merupakan tujuan utama dalam program pengembangan bahasa. Menulis merupakan aktivitas yang sangat kompleks, meliputi :
a. Penyampaian pesan dengan berbicara dan mendengarkan.
b. Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi
c. Pemahaman tentang bentuk-bentuk simbol grafis melalui membaca


d. Koordinasi mata dan tangan untuk membentuk grafis yang melambangkan bunyi
e. Mampu mengekspresikan pesan dengan bahasa yang terstruktur.
f. Pesan yang terstruktur disampaikan lewat simbol grafis.
1.   Kegiatan Pra-Menulis
Anak bisa diajarkan menulis jika :
- Telah mampu menyentuh, meraih dan melepas suatu benda
- Mampu membedakan persamaan dan perbedaan antara objek dan rancangannya
- Sudah menentu gerakan jari tangannya.
Latihan pra-menulis antara lain :
1. Latihan menangkap dan melempar bola berbagai ukuran
2. Latihan koordinasi mata dan tangan
3. Latihan menulis dengan kapur atau spidol besar sebelum menggunakan pensil

2.   Menulis Tangan
Meskipun sudah ada teknologi yang modern untuk mencetak tulisan, tetapi menulis tangan masih tetap diajarkan karena untuk belajar lebih lanjut bidang studi lainnya.
Pada awal belajar menulis tangan dengan menulis huruf cetak, dengan alasan :
a. Huruf cetak lebih mudah dipelajari karena bentuknya sederhana.
b. Buku-buku pelajaran menggunakan huruf cetak.
c. Tulisan huruf cetak lebih mudah dibaca
d. Huruf cetak digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
e. Kata-kata yang ditulis dengan huruf cetak lebih mudah dieja.
Selanjutnya ahli lain menyarankan bahwa anak lebih dahulu diajarkan menulis dengan huruf sambung, dengan alasan sbb :
1.      Tulisan sambung memudahkan anak untuk mengenal kata-kata sebagai satu kesatuan.
2.      Tidak memungkinkan anak menulis terbalik-balik.
3.      Menulis dengan huruf sambung lebih cepat karena tidak ada gerakan pena yang terhenti untuk tiap huruf.

3.   Mengeja
Mengeja adalah kemampuan membunyikan huruf-huruf menjadi suku kata, kata, sampai pada  kalimat dan dapat menafsirkan maknanya.
Kompetensi mengeja meliputi :
1. Recognizes letters of the alphabets
2. Recognizes words
3. Says words that the can be recognized
4. Recognizes similarities and diffences in words
5. Associattes certain sounds (phonemes) with symbols from letters
6. Spells phonetically regular words
7. Spells phonetically irregular words
8. Generets rules for spelling various words and words problems
9. Uses correctly spelled words in written compositions.
Mengeja adalah suatu bidang yang tidak memungkinkan adanya kreativitas atau berpikir devergen. Hanya ada satu pola susunan huruf-huruf untuk suatu kata yang dapat dianggap benar. Sekelompok huruf yang sama akan memiliki makna yang berbeda jika disusun secara berbeda. Kelompok huruf ‘b’, ‘i’dan ‘u’ misalnya, dapat disusun menjadi “ibu”, “ubi”, “bui”, “iub”, tiga susunan pertama mengandung makna.
Oleh karena itu, mengeja pada hakikatnya adalah memproduksi urutan huruf yang benar baik dalam bentuk ucapan atau tulisan dari suatu kata yang berbeda makna atau mungkin tidak bermakna. Kemampuan mengeja murid dapat diketahui ketika  guru melakukan dikte kepada murid. Pada saat ini murid diminta untuk menulis dengan benar dengan huruf-huruf yang membentuk kata tertentu. Untuk melakukan ini murid dituntut untuk mengubah fonem (bunyi) ke dalam grafem (tulisan).
Pada murid dengan kesulitan belajar menulis jenis ejaan, mereka memiliki hambatan untuk mengubah bunyi ke dalam bentuk tulisan, sehingga mereka tidak mampu melakukan tugas dikte. Dengan kata lain, mereka tidak memiliki kesadarn bunyi  huruf.
Kesalahan lain yang ada pada murid kesulitan belajar menulis jenis ejaan adalah adanya pembalikan huruf dalam kata; ibu ditulis ubi, pembalikan konsonan dan vokal; kata air ditulis ari, kata berjalan ditulis berjrlan, dan pembalikan suku kata; kata laba ditulis bala.

Menurut Lerner (1985:406), ada dua cara untuk mengajarkan anak mengeja :
1.      Mengeja melalui pendekatan linguistic
Menekankan pada aturan-aturan dalam bahasa sehingga harus memperhatikan fonologi, morfologi dan sintaksis atau pola kata.
2.   Mengeja melalui pendekatan kata-kata.
4.   Ekspresif Menulis
Ekspresif menulis merupakan bagian akhir dari tingkatan kemampuan menulis, karena berbagai kemampuan yang dipelajari sebelumnya akan berujung untuk mengekspresikan perasaan, ide atau penyampaian pesan melalui simbol-simbol tertulis.
Tahapan mengajarkan menulis ekspresi oleh Lovitt (1989:251)  :
1. Menulis perintah dan pemberitahuan
2. Menulis laporan tentang artikel atau cerita
3. Merangkum bacaan
4. Menulis pengalaman pribadi
5. Menulis Karangan imajinatif
6. Menulis surat untuk tujuan sosial
7. Menulis untuk koran atau majalah sekolah
8. Menulis mengorganisasikan dan mengembangkan ide
9. Menulis peringatan untuk diri sendiri dan orang lain

E.  Metode Yang Digunakan Dalam Pembelajaran Menulis Permulaan
Dalam pembelajaran menulis ada beberapa metode yang dapat digunakan antara lain :
a.       Metode Eja
Belajar membaca dan menulis dimulai dari huruf-huruf yang dirangkaikan menjadi suku kata. Oleh karena itu, pengajaran dimulai dari pengenalan huruf-huruf. Demikian halnya dengan pengajaran menulis di mulai dari huruf lepas, dengan langka-langkah sebagai berikut:
1) Menulis huruf lepas.
2) Merangkaikan huruf lepas menjadi suku kata.
3) Merangkaikan suku kata menjadi kata.
4) Menyusun kata menjadi kalimat.

b.   Metode kata lembaga
Metode kata lembaga di mulai mengajar dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Mengenalkan kata.
2) Merangkaikan kata antar suku kata.
3) Menguraikan suku kata atas huruf-hurufnya.
4) Menggabungkan huruf menjadi kata.
c.   Metode Global
Metode global memulai pengajaran membaca dan menulis permulaan dengan membaca kalimat secara utuh yang ada di bawah gambar. Menguraikan kalimat dengan kata-kata, menguraikan kata-kata menjadi suku kata.
d.      Metode SAS
Menurut (Supriyadi, 1996: 334-335) pengertian metode SAS adalah suatu pendekatan cerita di sertai dengan gambar yang didalamnya terkandung unsur analitik sintetik. Metode SAS menurut (Djuzak,1996:8) adalah suatu pembelajaran menulis permulaan yang didasarkan atas pendekatan cerita yakni cara memulai mengajar menulis dengan menampil cerita yang diambil dari dialog siswa dan guru atau siswa dengan siswa. Teknik pelaksanaan pembelajaran metode SAS yakni keterampilan menulis kartu huruf, kartu suku kata, kartu kata dan kartu kalimat, sementara sebagian siswa mencari huruf, suku kata dan kata, guru dan sebagian siswa menempel kata-kata yang tersusun sehingga menjadi kalimat yang berarti (Subana).
Menurut Supriyadi metode yang cocok dengan jiwa anak-anak adalah metode SAS. Alasannya adalah :
(1) Metode ini menganut prinsip ilmu bahasa umum, bahwa bentuk bahasa yang terkecil adalah kalimat.
(2) Metode ini memperhitungkan pengalaman bahasa anak, dan
(3) Metode ini menganut prinsip menemukan sendiri.
Adapun Prosedur penggunaan Metode SAS adalah sebagai berikut :
1.      Membaca permulaan dijadikan dua bagian bagian pertama membaca permulaan tanpa buku bagian pertama membaca permulaan buku.
2.      Merekam bahasa anak melalui pertanyaan-pertanyaan dari pengajar sebagai kontak permulaan.
3.      Menampilkan gambar sambil bercerita. Setiap kali gambar diperlihatkan, muncullah kalimat anak-anak yang sesuai dengan gambar.
4.      Membaca kalimat secara struktural.
5.      Membaca permulaan dengan buku.
6.      Membaca lanjutan.
7.      Membaca dalam hati.

F.  Media yang Digunakan Dalam Pembelajaran Menulis Permulaan

Untuk mengajarakan menulis permulaan ada beberapa jenis media yang dapat digunakan antara lain :a. Papan tulis, digunakan guru untuk memberikan contoh, dan oleh siswa digunakan untuk menuliskan apa yang ditugaskan oleh guru. Misalnya menulis kata, kalimat, nama sendiri, dan sebagainya.b. Papan selip digunakan oleh guru untuk menyelipkan gambar atau kartu kata, kartu kalimat yang harus disalin oleh siswa atau gambar yang harus dituliskan judulnya oleh siswa.c. Papan tali, digunakan untuk menggantungkan kartu kalimat, kartu-kartu kata, dan huruf yang harus disalin oleh siswa, atau gambar yang perlu dituliskan judulnya.d. Majalah anak-anak dapat digunakan untuk tugas menyalin kalimat sederhana yang ada didalamnya atau menyalin judule. Papan nama, kartu nama, label, dan sebaginya digunakan untuk tugas menyalin.G.   Langkah – langkah Pembelajaran Menulis PermulaanLangkah-langkah kegiatan menulis permulaan terbagi ke dalam dua kelompok, yakni pengenalan huruf dan latihan.
Pengenalan Huruf Kegiatan ini dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan pembelajaran membaca permulaan. Penekanan pembelajaran diarahkan pada pengenalan bentuk tulisan serta pelafalannya dengan benar. Fungsi pengenalan ini dimaksudkan untuk melatih indra siswa dalam mengenal dan membeda-bedakan dan lambang-lambang tulisan.Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut.1.      Guru menunjukkan gambar seorang anak perempuan dan seorang anak laki-laki. Dua anak tersebut diberi nama “nani” dan “nana”.2.      Guru mengenalkan nama kedua anak itu sambil menunjuk tulisan “nani” dan “nana” yang tertera di baawah masing-masing gambar.3.      Melalui proses tanya-jawab secara berulang-ulang, anak diminta menunjukkan mana “nani” dan mana “nana” sambil diminta menunjukkan bentuk tulisannya.4.      Selanjutnya, guru memindahkan dan menuliskan kedua bentuk tulisan tersebut di papan tulis, anak diminta memperhatikannya.Guru hendaknya menulis secara perlahan-lahan dan anak diminta untuk memerhatikan gerakan-gerakan tangan, serta contoh pengucapan dari bentuk tulisan yang sedang ditulis guru.5.      Setiap tulisan itu kemudian dianalisis dan disintesiskan kembali.Ada beberapa bentuk latihan menulis permulaan yang dapat kita lakukan, antara lain berikut ini.1.      Latihan memegang pensil dan duduk dengan sikap dan posisi yang benar.Tangan kanan berfungsi untuk menulis, tangan kiri untuk menekan buku tulis agar tidak mudah tegeser. Pensil diletakkan di antara ibu jari dan telunjuk. Ujung jari, telunjuk, dan jari tengah menekan pensil dengan luwes, tidak kaku.2.      Latihan gerakan tangan.
Mula-mula melatih gerakan tangan di udara dengan telunjuk sendiri, atau dengan bantuan alat seperti pensil. Agar kegiatan ini menarik, sebaiknya disertai dengan kegiatan bercerita. Misalnya, untuk melatih membuat garis tegak lurus, guru dapat bercerita yang ada kaitannya dengan pagar, bulatan dengan telur, dan sebagainya.3.      Latihan mengeblatMenirukan atau menebalkan suatu tulisan dengan menindas tulisan yang sudah ada. Ada beberapa cara mengeblat yang bisa dilakukan anak, misalnya dengan menggunakan karbon, menggunakian kertas tipis, menebalkan tulisan yang sudah ada. Pengawasan dan bimbingan harus dilakukan secara individu sampai seluruh anak terperhatikan.4.      Latihan menghubung-hubungkan tanda titik yang membentuk tulisan.Latihan dapat dilakukan pada buku-buku yang secara khusus menyajikan latihan semacam ini.

5.      Latihan menatap bentuk tulisanLatihan ini dimaksudkan untuk melatih kordinasi antara mata, ingatan, dan jemari anak ketika menulis, sehingga anak dapat mengingat bentuk kata/huruf dalam benaknya, dan memindahkannya ke jemari tangannya.6.      Latihan menyalin baik dari buku pelajaran maupun dari tulisan guru pada papan tulis.Latihan ini hendaknya diberikan setelah dipastikan bahwa semua anak telah mengenal huruf dengan baik. Ada beragam model variasi latihan menyalin, di antaranya menyalin tulisan apa adanya sesui dengan sumber yang ada, menyalin tulisan dengan cara berbeda, misalnya dari huruf cetak ke huruf tegak sambung, atau sebaliknya dari huruf bersambung ke huruf cetak.7.      Latihan menulis halus/indah.Latihan dapat dilakukan dengan menggunakan buku bergaris untuk latihan menulis atau buku otak. Ada petunjuk berharga yang dapat Anda ikuti, jika murid-murid Anda tidak memiliki fasilitas seperti itu. Perhatikan petunjuk berikut dengan cermat.8.      Latihan dikte/imla.Latihan ini dimaksudkan untuk melatih siswa dalam mengordinasikan ucapan, pendengaran, ingatan, dan jari-jarinya (ketika menulis), sehingga ucapan seseorang itu dapat didengar, diingat, dan dipindahkan ke dalam wujud tulisan dengan benar.9.      Latihan melengkapi tulisan (melengkapi huruf, suku kata, atau kata) yang secara sengaja dihilangkan.









BAB IIIPEMBAHASANA.    Pembahasan
Disgrafia adalah ketidakmampuan dalam menulis, terlepas dari kemampuan untuk membaca. Mereka sering berjuang dengan menulis bentuk surat atau tertulis dalam ruang yang didefinisikan. Hal ini juga bisa disertai dengan gangguan motorik halus. Kesulitan dalam menulis seringkali juga disalah persepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru.1.      Kesulitan Belajar Menulis (Disgrafia)
Disgrafia ini berbeda dengan tulisan tangan yang jelek. Tulisan tangan yang jelek biasanya tetap dapat terbaca oleh penulisnya, dan juga dilakukan dalam waktu yang relatif sama dengan yang menulis dengan bagus. Akan tetapi untuk disgrafia, anak membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menulis. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi anak kesulitan belajar menulis:- Visual Spatial (ruang penglihatan)Lerner (1985: 413) menyatakan bahwa menulis adalah menuangkan ide-ide dalam bentuk visual. Penglihatan yang tidak jelas dan terganggu akan mengakibatkan anak sulit dalam membedakan huruf. Apabila ruang penglihatan sempit maka akan mengganggu anak dalam mengikuti huruf yang dilihatnya.
Pemahaman visual juga dapat dengan cara:a.       Mengangkat baris ( raised line)
b.      Memperbesar ruang ( Large area)
c.       Kertas grafik (Grapr paper)
- Motorik halus (Fine motor)Cara belajar Kinestetik, yaitu belajar dengan cara bergerak dan melakukan, memahami materi lebih baik dengan bergerak, menyentuh, ekplorasi, membuat karya, hands-on activities, praktikum, field trips, serta senang olah raga, drama, menari, membuat karya. Gangguan ini berkaitan dengan berkurangnya atau hilangnya kemampuan dalam menulis, sehingga tulisan yang dihasilkan sangat buruk dan hampir tidak dapat dibaca. Gangguan  ini terjadi karena otot-otot serta syaraf-syaraf yang berfungsi dalam mengendalikan gerakan halus (fine motor) terganggu atau tidak berfungsi.


a. Pegangan (Grip)
b. Kekerasan Diri (Lence Forms)
            Cara motorik halusnya memegang pensil yang sulit maka akan membuat
mereka memaksakan diri.
c. kelelahan (fatigue)
            Akibat dari anak terlalu memaksakan diri maka anak akan cepat merasa kelelahan.
- Proses Bahasa
Proses bahasa sangat mempengaruhi anak dalam kesulitan menulis. Mereka tidak tahu apa yang mereka tulis dan tidak dapat mencek dirinya sendiri dalam menulis.
Jadi, disgrafia (kesulitan belajar) adalah anak yang mengalami hambatan pada visual, motorik dan proses bahasanya. Sebagai langkah awal dalam menghadapinya, orang tua harus paham bahwa disgrafia bukan disebabkan tingkat intelegensi yang rendah, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar.

B.     Kesimpulan
Gangguan Belajar (Learning Disorder) adalah suatu gangguan neurologis yang mempengaruhi kemampuan untuk menerima, memproses, menganalisis atau menyimpan informasi. Anak dengan Disgrafia mungkin mempunyai tingkat intelegensia yang sama atau bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan teman sebayanya, tetapi sering berjuang untuk belajar secepat orang di sekitar mereka.
Disgrafia adalah kesulitan khusus dimana anak-anak tidak bisa menuliskan atau mengekspresikan pikirannya kedalam bentuk tulisan,karena mereka tidak bisa menyuruh atau menyusun kata dengan baik dan mengkoordinasikan motorik halusnya (tangan) untuk menulis. Secara spesifik penyebab disgrafia tidak diketahui secara pasti, namun apabila disgrafia terjadi secara tiba-tiba pada anak maupun orang yang telah dewasa maka diduga disgrafia disebabkan oleh trauma kepala entah karena kecelakaan, penyakit, dan seterusnya. Disamping itu para ahli juga menemukan bahwa anak dengan gejala disgrafia terkadang mempunyai anggota keluarga yang memiliki gejala serupa.



v  Penanganan yang tepat untuk anak disgrafia
Adapun penanganan secara terstruktur dapat dilakukan melalui beberapa hal berikut:
1.      Faktor kesiapan menulis
Menulis membutuhkan kontrol maskular, koordinasi mata-tangan, dan diskriminasi visual. Aktivitas yang mendukung kontrol muskular antara lain: menggunting, mewarnai gambar, finger painting, dan tracing. Kegiatan koordinasi mata-tangan antara lain: membuat lingkaran dan menyalin bentuk geomteri.
2.    Aktivitas lain yang mendukung
- Kegiatan yang memberikan kerja aktif dari pergerakan otot bahu, lengan atas serta bawah, dan jari.
- Menelusuri bentuk geometri dan barisan titik.
- Menyambungkan titik.
- Membuat garis horizontal dari kiri ke kanan.
- Membuat garis vertikal dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.
- Membuat bentuk-bentuk lingkaran dan kurva.
- Membuat garis miring secara vertikal.
- Menyalin bentuk-bentuk sederhana.
- Membedakan bentuk huruf yang mirip bentuknya dan huruf yang hampir sama     
  bunyinya.
2.      Menulis huruf lepas/cetak
- Perlihatkan sebuah huruf yang akan ditulis.
- Ucapkan dengan jelas nama huruf dan arah garis untuk membuat huruf itu.
- Anak menelusuri huruf itu dengan jarinya sambil mengucapkan dengan jelas arah       
garis untuk membuat huruf itu.
- Anak menelusuri garis tersebut dengan pensilnya.
- Anak menyalin contoh huruf itu di kertas/bukunya.
4.    Menulis huruf transisi
Huruf transisi adalah huruf yang digunakan untuk melatih siswa sebelum menguasai huruf sambung. Adapun langkah-langkah pengajarannya sebagai berikut:


-  Kata atau huruf ditulis dalam bentuk lepas atau cetak.
- Huruf yang satu dan yang lain disambungkan dengan titik-titik dengan meggunakan    warna yang berbeda.
- Anak menelusuri huruf dan sambungannya sehingga menjadi bentuk huruf sambung.
v  Peran lingkungan keluarga dan masyarakat mengenai karakteristik disgrafia. Untuk para orang tua/guru/orang-orang yang dekat dengan anak, kesulitan belajar menulis (disgrapia) sering terkait dengan beberapa hal di bawah ini, antara lain :
-          Positioning :Untuk mendukung pada tulisan anak, ingatkan agar duduk dengan  posisi yang benar karena kestabilan trunk akan mendukung pada kontrol lengan yang baik pula.
-          Ukuran Kursi yang Tepat: Ingatkan anak agar duduk dengan posisi:
1.      kaki flat di lantai dan posisi paha paralel dengan lantai.
2.      Pergelangan kaki, lutut, dan paha membentuk sudut 900
3.      Pastikan tempat duduk tidak terlalu lebar, sehingga anak dapat bersandar dengan   nyaman. Lebar lutut belakang ke kursi sekitar 2″. Kita harus dapat meletakkan satu jari atau dua jari di sela paha dan kursi.
4.      Pastikan sudut kursi tidak membuat anak mengarah ke belakang.
-          Posisi Kursi yang Benar : Pastikan anak duduk secara nyaman dan agak condong ke depan dan ke arah depan. Lengan saat diletakkan di atas meja berada di sudut 300.
-          Modifikasi: Pemberian alat Bantu bidang miring akan membantu anak supaya duduk lebih tegak, sehingga tidak banyak menekuk lehernya dan ketika sedang mengerjakan tugas pada bidang miring itu akan membuat secara otomatis ekstensi pergelangan tangannya sehingga mampu menulis.
-          Posisi kertas
Saat duduk dengan tepat, anak seharusnya meletakkan kertas di atas meja dan di bawah yang menulis membentuk formasi segitiga.
-          Sudut kertas seharusnya:
1.      200-450, bagi anak yang tangan kanannya dominan.
2.      300-450, bagi anak yang tangan kirinya dominan.


  1. Saran
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua/guru untuk membantu anak yang mengalami gangguan ini, diantaranya:
  1. Memahami keadaan anak/siswa. Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja.
  2. Meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini secara lisan, bukan tulisan.
  3. Menyajikan tulisan cetak. Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer atau mesin tik.
  4. Membangun rasa percaya diri anak. Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kita sebagai calon pendidik juga harus memahami karakteristik dari disgrafia, cara penanganannya dan bagaimana asessmennya.
-          Pembaca
Semoga dengan adanya makalah  ini dapat bermanfaat dan  menambah pengetahuan pembaca tentang disgrafia.
-          Untuk seluruh mahasiswa
a.       Diharapkan dengan adanya makalah ini mahasiswa dapat mengetahui karakteristik apa saja yang ada pada disgrafia dan cara penanganannya.
b.      Diharapkan pembaca dapat memanfaatkan makalah ini dengan sebaik-baiknya dan memberikan dampak positif dalam pemahaman bagaimana disgrafia.




DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Anak Berkesulitan Belajar Spesifik. Diakses dari http://syakirshaka.blogspot.com.
Anonim. 2012. Klasifikasi Gangguan Belajar Berdasarkan Penyebab. Diakses dari http://klinikautisindonesia.wordpress.com, pada tanggal 30 Maret 2013.
Anonim. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus. Diakses dari: http://pjjpgsd.dikti.go.id, pada tanggal 3 Desember 2012.
Friend, M. (2005)  Special Education,  Contemporary Perspectives for Schools.
Owen, Jr,  R.E.  (1984)  Language Development.  Columbus: Charles E. Merril.
Professional, Boston: The University of North Carolina at Greensboro Publishing Company.
Russell., (1986). Neurology for the Speech Language Pathologist. Boston : Butherworth.
Sumarno Markam., (1989), Pengendalian Kesulitan Belajar dan DMO. Jakarta : FKUI.
Suwardani, Eric. 2012. Klasifikasi Abbs. Diakses dari http://ericha-wardhani.blogspot.com, pada tanggal 30 Maret 2013.
Tarmidi. 2008. Kesulitan Belajar (Learning Dissability) Dan Masalah Emosi: Diakses dari http://tarmidi.wordpress.com, pada tanggal 30 Maret 2013.
 Tarigan, Henry Guntur., (1986), Menulis. Bandung : Angkasa.
Tarmansyah, (1996), Gangguan Komunikasi, Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti-Proyek Pendidikan Tenaga Guru 
Wardani, IGAK, (1995) Pengajaran Bahasa Indonesia,  Jakarta: Depdikbud-Dirjen Dikti Proyek Pendidikan Tenaga Guru.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

instrumen asesmen ABK (kesulitan membaca)

instrumen identifikasi anak hiperaktif

identifikasi anak tuna daksa (laporan observasi)