disgrafia kesulitan menulis
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar
Belakang
Bagi orang tua, anak adalah sebuah representasi
keberhasilan keluarganya. Karena itu, keberhasilan dalam belajar anaknya
merupakan salah satu faktor penting dan diharapkan. Keberhasilan belajar
anaknya akan mampu mengembangkan konsep diri yang positif bagi anak. Namun,
bagi beberapa anak-anak berkesulitan belajar proses belajar tidak mudah, mereka
memiliki kendala yang datang dari dalam dirinya. Kesulitan belajar menunjuk
pada sekelompok kesulitan yang manifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata
dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca,
menulis, menalar atau kemampuuan dalam bidang studi matematika. Gangguan
tersebut intrinsik dan diduga disebabkan oleh adanya disfungsi sistem saraf. Anak
berkesulitan belajar adalah salah satu dari mereka yang berada dalam kelompok
anak berkebutuhan khusus (children with special needs). Mereka adalah anak yang
memiliki disfungsi minimum otak (DMO), sehingga menyebabkan tercampur aduk
sinyal-sinyal di antara indera otaknya atau terjadi gangguan di dalam sistem
saraf pusat otak (neurobiologist) yang menimbulkan gangguan berbagai
perkembangan, misalnya gangguan berbicara, berbahasa serta kemampuan akademik.
Secara umum, penanganan anak berkesulitan belajar
memiliki tujuan untuk membangkitkan kesadaran tentang dirinya, kemudian
mengembangkan kelebihan dan meminimalkan kesulitan/kekurangan dalam dirinya.
Diperlukan upaya serius dan berkesinambungan untuk melaksanakan penanganan anak
berkesulitan belajar. Anak-anak berkesulitan belajar, biasanya merasa frustrasi
karena sering mengalami kegagalan dalam menyelesaikan tugas atau pun langkah-langkah
untuk diri sendiri.
Ada dua
jenis kesulitan belajar (learning disabilities), yaitu yang bersifat developmental
dan yang bersifat akademis. Komponen utama dari developmental learning
disabilities adalah perhatian, memori, persepsi, dan kerusakan persepsi
motori, selain kerusakan berpikir dan kekurangan bahasa. Di dalam kelompok ini,
sejumlah anak yang memiliki kesulitan belajar khusus ( specific learning
difficulty, SpLD) atau kesulitan belajar akademis dideskripsikan sebagai
mereka yang memiliki kesulitan dalam aspek bahasa, membaca, mengeja, dan
matematika. Meskipun fungsi inteligensinya normal dalam arti intelektual, mereka
mengalami kesulitan yang signifikan sekalipun tingkat kinerjanya secara umum
baik.
Menulis
bukan hanya menyalin tetapi juga mengekspresikan pikiran dan perasaan ke dalam
lambang-lambang tulisan. Kegunaan kemampuan menulis bagi para siswa adalah utnuk
menyalin, mencatat, dan mengerjakan sebagian besar tugas sekolah. Tanpa
memiliki kemampuan untuk menulis, siswa akan mengalami banyak kesulitan dalam
melaksanakan ketiga jenis tugas tersebut. Banyak orang yang lebih menyukai
membaca dripada menulis karena menulis dirasakan lebih lambat dan lebih sulit.
Meskipun demikian, kemampuan menulis sangat diperlukan baik dalam kehidupan di
sekolah maupun di masyarakat. Siswa memerlukan kemampuan menulis untuk
menyalin, mencatat, atau untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Dalam
kehidupan masyarakat orang memerlukan kemampuan menulis untuk keperluan
berkirim surat, mengisi formulir, atau membuat catatan.
Ada
banyak beberapa definisi tentang menulis. Lerner mengemukakan bahwa menulis
adalah menuangkan ide-ide ke dalam suatu bentuk visual. Menulis adalah suatu aktivitas yang mencakup
gerakan lengan, tangan, jari dan mata teintegrasi. Menulis juga terkait dengan
pemahaman bahasa dan kemampuan bicara. Menurut Tarigan bahwa menulis itu
sebagai lambang-lambang grafis dari bahasa yang dipahami oleh penulisnya maupun
orang lain yang menggunakan bahasa yang sama dengan penulis tersebut.
Dari
beberapa definisi tentang menulis yang telah dikemukakan dapat disimpulkan:
a.
Menulis merupakan salah satu
komponen sistem komunikasi.
b.
Menulis adalah menggambarkan
pikiran, perasaan, dan ide kedalam bentuk lambang-lambang bahasa grafis.
c.
Menulis dilakukan untuk
keperluan mencatat dan komunikasi.
- Rumusan
Masalah
- Apa yang
dimaksud dengan menulis?
- Jelaskan
bagaimana tugas orang tua dalam mempersiapkan anak belajar menulis?
- Jelaskan
proses neurologis saat anak menulis?
- Sebutkan ciri-ciri
anak berkesulitan belajar menulis dengan tangan?
- Bagaimana
caranya menciptakan suasana belajar yang dapat memberikan motivasi anak
untuk gemar belajar?
- Apa itu
Disgrafia dalam dunia Pendidikan?
- Apakah pengertian dan penyebab Disgrafia?
- Bagaimanakah penanganan yang tepat bagi Disgrafia?
- Bagaimana
tanggapan dari orang tua tentang anak yang mengalami kesulitan belajar
terutama pada Disgrafia?
- Apakah orang tua
memahami karakteristik dari anak mereka yang mengalami Disgrafia?
- Pentingkah
lingkungan keluarga dan masyarakat mengetahui karakter dari anak
berkesulitan belajar terutama pada Disgrafia?
- Apa peran guru
untuk anak yang mengalami Disgrafia?
- Tujuan dan Manfaat
Tujuan :
- Memberi pengetahuan tentang pemahaman dari
Disgrafia.
- Menjelaskan pengertian dan penyebab Disgrafia.
- Menjelaskan ciri-ciri
Disgrafia.
- Mengetahui penanganan yang
tepat bagi Disgrafia.
Manfaat :
- Dapat memberikan pengetahuan kepada
orangtua, masyarakat, guru dan calon-calon guru ABK tentang apa itu
Disgrafia.
- Pemahaman tentang Disgrafia dapat memberikan
kontribusi bagi para pendidik.
- Mengetahui faktor-faktor yang terkait dengan
kemampuan menulis.
BAB II
ISI
- Hakikat
Menulis
Proses
belajar menulis melibatkan rentang waktu yang panjang. Proses belajar menulis
tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan proses belajar berbicara dan membaca.
Pada saat bayi dilahirkan mereka telah menyadari adanya berbagai bunyi
sekitarnya. Lama kelamaan bayi menyadari bahwa bunyi-bunyi yang mereka
keluarkan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengemukakan keinginannya. Pada
usia dua tahun, anak biasanya telah mampu berbicara dengan menggunakan kalimat
yang lebih panjang dan pada saat masuk SD anak telah mampu menggunakan kalimat
lengkap dalam percakapan.
Pada usia
pra sekolah, anak mungkin pernah mendengarkan cerita yang dibacakan oleh
orangtua atau guru. Pada usia tersebut, anak juga melihat bahwa orang-orang
dewasa memperoleh berbagai informasi melalui membaca surat kabar, majalah, atau
buku. Berdasarkan pengalaman tersebut maka anak mulai menyadari perlunya
kemampuan membaca. Pada awal anak belajar membaca, mereka menyadari pula, bahwa
bahasa ujaran yang biasa digunakan dalam percakapan dapat dituangkan dalam bentuk
lambang tulisan. Mulai saat itu, timbulah kesadaran pada anak tentang perlunya
belajar menulis. Dengan demikian proses belajar menulis terkait erat dengan
proses belajar berbicara dan membaca. Proses belajar menulis pada hakikatnya
merupakan suatu proses neurofisiologis. Russel dan Wanda mengemukakan adanya
pembagian otak ke dalam empat lobus, yakni:
- Lobus Frontalis
Lobus Frontalis teletak
dibagian depan, dilindungi oleh tulang dahi. Fungsi Lobus Frontalis adalah
sebagai pusat pengertian, koordinasi motorik, dan yang berhubungan dengan watak
dan tabiat.
2. Lobus
Parientalis
Lobus
Perietalis terletak di bagian atas, dilindungi oleh tulang ubun-ubun. Fungsi
dari Lobus Perietalis adalah untuk menerima dan menginterpretasikan rangsangan
sensoris, kinestetis, orientasi ruang, penghayatan tubuh (body emage),
3. Lobus
Temporalis
Lobus Temporalis terletak pada
bagian samping, dilindungi oleh tulang pelipis. Adapun fungsi Lobus Temporalis
adalah sebagai pusat pengertian pembicaraan, pendengaran, asosiasi pendengaran,
memori pengecap dan penciuman.
4.
Lobus Occipitalis
Lobus Occipitalis terletak dibagian
belakang, dilindungi oleh tulang belakang kepala. Fungsi Lobus Occipitalis
adalah sebagai pusat penglihatan dan asosiasi penglihatan.
Pada saat menulis akan terjadi peningkatan
aktivitas pada susunan saraf pusat dan bagian-bagian organ tubuh. Stimulus dari
lingkungan diterima oleh alat indera, dan selanjutnya diteruskan ke susunan
saraf pusat melalui spinal ke cortex di daerah lobus occipitalis, lobus
temporalis, lobus parietalis, dan lobus frontalis. Kemudian kembali ke
saraf-saraf spinal yang keluar dari sumsum tulang belakang. Saraf-saraf spinal
tersebut selanjutnya meneruskan rangsangan motorik melalui sistem pyramidal
dari otak untuk selanjutnya berhubungan dengan sumsum tulang belakang yang
berfungsi mengaktifkan otot-otot lengan, tangan, dan jari-jari untuk menulis
sebagai respon terhadap rangsangan yang diterima.
Disgrafia (Dysgraphia) adalah ketidakmampuan dalam
menulis, terlepas dari kemampuan untuk membaca. Orang dengan Disgrafia sering
berjuang dengan menulis bentuk surat atau tertulis
dalam ruang yang didefinisikan. Hal ini juga bisa disertai
dengan gangguan motorik halus. Kesulitan dalam menulis seringkali juga disalah persepsikan
sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru. Akibatnya, anak yang bersangkutan
frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali mengekspresikan dan mentransfer
pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke dalam bentuk tulisan. Hanya saja
ia memiliki hambatan. Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya perhatian orang
tua dan guru terhadap anak, ataupun keterlambatan proses visual motoriknya. Disgrafia adalah learning disorder
dengan cirinya berupa ketidakmampuan menulis, terlepas dari kemampuan anak
dalam membaca maupun tingkat intelegensianya. Disgrafia diidentifikasi sebagai
keterampilan menulis yang secara terus-menerus berada di bawah ekspektasi jika
dibandingkan usia anak dan tingkat intelegensianya.
Proses
menulis ditinjau dari proses komunikasi (dikutip oleh Sanders 1982:22) yaitu:
Stimulus dari lingkungan yang masuk melalui
Auditori prsepsi asosiasi
Visual pengertian sumber
berpikir
wujud tulisan
Taktil Prepprioseptif
sekinestetis impuls saraf (lengan
dan tangan)
Pelajaran menulis mencakup:
1. Menulis dengan tangan
Menulis
dengan tangan disebut juga menulis
permulaan. Karena menulis terkait dengan membaca, maka pelajaran membaca dan
menulis di kelas permulaan sering disebut juga pelajaran membaca dan menulis
permulaan.
2. Mengeja
3. Menulis ekspresif (Lovitt, 1989:225)
Mengenai
menulis ekspresif, Hallan, Kaufman dan Lloyd (1985:235) menyebutnya mengarang
atau komposisi. Kesulitan dalam menulis ada yang memang karena gangguan pada
motoris sehingga tulisanya sulit untuk dibaca orang lain, ada yang sangat
lambat aktibitas motoriknya, dan juga adanya hambatan pada ideo motorik
sehingga sering salah atau tidak sesuai apa yang dikatakan dengan yang ditulis.
B.
Kesulitan Belajar Menulis (Disgrafia)
Dalam
menulis sesuatu seseorang membutuhkan penglihatan yang cukup jelas,
keterampilan motorik halus, pengetahuan tentang bahasa dan ejaan, dan otak
untuk mengkoordinasikan ide dengan mata dan tangan untuk menghasilkan tulisan.
Jika salah satu elemen tersebut mengalami masalah maka menulis akan menjadi
suatu pekerjaan yang sulit atau tidak mungkin dilakukan. Gangguan ini
berkaitan dengan berkurangnya atau hilangnya kemampuan dalam menulis, sehingga
tulisan yang dihasilkan sangat buruk dan hampir tidak dapat dibaca.
Menurut Lerner (1985:402), ada
beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan anak untuk menulis:
1. Motorik
Anak
yang perkembangan motoriknya belum matang atau mengalami gangguan, akan
kesulitan dalam menulis. Tulisannya tidak jelas, terputus-putus dan tidak
mengikuti garis.
2. Perilaku
Anak
yang kesulitan dalam menulis akan menunjukkan perilaku yang mudah bosan dalam
belajar, karena ia kesulitan untuk mengekspresikan sesuatu.
3. Persepsi
Jika
persepsi visualnya yang terganggu, anak mungkin akan sulit membedakan
bentuk-bentuk huruf yang hampir sama seperti, d dengan b, p dengan q, h dengan
n, atau m dengan w.
Jika persepsi auditorisnya yang
terganggu, maka anak akan kesulitan dalam menulis apa yang dikatakan oleh guru.
4. Memori
Gangguan
memori juga dapat menjadi penyebab terjadinya kesulitan menulis karena anak
tidak mampu mengingat apa yang akan dituis. Jika gangguan menyangkut ingatan
visual, maka anak akan sulit untuk mengingat huruf atau kata dan jika gangguan
tersebut menyangkut memori auditori maka anak akan mengalami kesulitan menulis
kata-kata yang baru saja diucapkan oleh gurunya.
5. Kemampuan melaksanakan (cross modal)
Kemampuan
ini menyangkut kemampuan mentransfer dan mengorganisasikan fungsi visual ke
motorik. Kemampuan ini dapat menyebabkan anak mengalami gangguan koordinasi
mata-tangan sehingga tulisan menjadi tidak jelas, terputus-putus atau tidak
mengikuti garis lurus.
6. Penggunaan tangan yang dominan
Anak
yang tangan kirinya lebih dominan atau kidal tulisannya juga sering terbalik-balik
dan kotor.
7. Kemampuan memahami instruksi
Ketidakmampuan
memahami instruksi dapat menyebabkan anak sering keliru menulis kata-kata yang
sesuai dengan perintah guru.
1.
Visual Spatial (ruang penglihatan)
Lerner
(1985: 413) menyatakan bahwa menulis adalah menuangkan ide-ide dalam bentuk
visual.
Gangguan dalam mengolah informasi non verbal: pemahaman waktu, daya bayang
ruang, persepsi visual dan ingatan visual.
Cara
belajar visual,
yaitu belajar dengan cara melihat atau membaca, memahami materi lebih baik
dalam bentuk visual dibandingkan verbal (catatan tertulis, diagram, grafik,
peta, gambar), senang menggambar, membaca, menulis, mudah mengeja dan teratur.
Kiat belajar yang dapat diterapkan
antara lain dengan menggunakan buku, film, komputer, alat-alat visual dan kartu,
menandai catatan penting dengan warna atau tanda visual lainnya, menggunakan
diagram, daftar, grafik atau menggunakan gambar dan ilustrasi, berwarna akan
lebih menarik serta melakukan pencatatan di kelas.
Masalah visualisasi dan organisasi.
Jenis gangguan ini bisa membuat anak kesulitan memisahkan jarak antar kata dan
mengurutkan kata-kata secara logis di dalam kalimat.
Pemahaman visual juga dapat dengan
cara:
a. Mengangkat baris ( raised line)
Artinya
anak yang terganggu dalam ruang penglihatannya akan sulit menulis karena mereka
tidak dapat membedakan jarak antara baris satu dan baris selanjutnya. Maka
jarak baris yang mereka lihat harus diperjelas..
b. Memperbesar ruang ( Large area)
Mereka
harus dilatih untuk mengatur jarak perbesaran ruang penglihatannya, dan melatih
cara membedakan huruf dengan memperjelas huruf.
c. Kertas grafik (Grapr paper)
Kertas
grafik dapat memberikan latihan menulis kepada anak agar melatih visualnya.
Sementara
itu, pengembangan diskriminasi visual dapat dilakukan dengan kegiatan membedakan
bentuk, ukuran, dan detailnya, sehingga anak menyadari bagaimana cara menulis
suatu huruf.
2.
Motorik halus (Fine motor)
Kesulitan dalam menulis ada yang
memang karena gangguan pada motoris sehingga tulisannya sulit untuk dibaca
orang lain, ada yang sangat lambat aktivitas motoriknya, dan juga adanya
hambatan pada ideo motorik sehingga sering salah atau tidak sesuai apa yang
dikatakan dengan yang ditulis.
Anak dengan disgrafia
menemui kesulitan dalam menyusun kata serta mengkoordinasikan gerak motorik
halusnya untuk menulis. Beberapa cirinya antara lain adalah besar huruf tidak
konsisten, kesulitan memegang pensil, jarak antar huruf tidak sama, serta
perbedaan mencolok antara kemampuan menulis dan berbicara.
a.
Pegangan (Grip)
Kesulitan belajar menulis sering
terkait dengan cara bagaimana anak memegang pensil.
Ada empat cara anak berkesulitan
menulis dalam memegang pensil:
- sudut pensil terlalu besar
- sudut pensil terlalu kecil
- menggenggam pensil
- menyeret pensil
- memegang pensil dengan benar dengan cara bantuan sudut
segitiga.
b. Kekerasan Diri (Lence Forms)
Anak yang
dengan hambatan belajar terutama untuk kesulitan menulis seringkali memaksakan
dirinya untuk menulis. Cara motorik halusnya memegang pensil yang sulit maka
akan membuat mereka memaksakan diri.
c. kelelahan (fatigue)
Akibat dari
anak terlalu memaksakan diri maka anak akan cepat merasa kelelahan. Oleh karena
itu, akan mempengaruhi perkembangan anak dan mereka akan bosan untuk menulis.
Ada beberapa cara agar anak melatih motorik halusnya dalam
menulis:
- Ajarkan anak untuk menyukai pensil
- Cari cara untuk memodifikasi pegangan anak dalam memegang
pensil
- Kursif
- Meminimalkan salinan
- Berikan perpanjangan waktu
3. Proses Bahasa
Taringan
(1986: 21) mengemukakan menulis sebagai melukiskan lambang-lambang grafis dari
bahasa yang dipahami oleh penulisnya maupun orang lain yang menggunakan bahasa
yang sama dengan penulisnya.
Masalah bahasa, yang mengakibatkan kesulitan dalam mengucapkan
serta mengeja kata dan memahami struktur kalimat. Cara
belajar auditori, yaitu belajar dengan cara mendengarkan, memahami materi lebih baik dalam bentuk lisan
(seminar, diskusi, instruksi verbal, belajar kelompok) dan mengerjakan tugas
lebih baik dalam bentuk lisan, serta senang musik dan bahasa.
Proses bahasa sangat mempengaruhi
anak dalam kesulitan menulis. Mereka tidak tahu apa yang mereka tulis dan tidak
dapat mencek dirinya sendiri dalam menulis.
Adapun cara-cara agar anak disgfaria
dapat memproses bahasa untuk menulis :
- pengolahan kata
- suara untuk mencetak
- organ maju
- kata kunci
- rancangan atau mengedit
C.
Ciri-ciri disgrafia
1. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk
huruf dalam tulisannya.
2. Saat menulis, penggunaan huruf besar
dan huruf kecil masih tercampur.
3. Ukuran dan bentuk huruf dalam
tulisannya tidak proporsional.
4. Anak tampak harus berusaha keras
saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan atau pemahamannya lewat
tulisan.
5. Sulit memegang bolpoin maupun pensil
dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan
hampir menempel dengan kertas.
6. Berbicara pada diri sendiri ketika
sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk
menulis.
7. Cara menulis tidak konsisten, tidak
mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.
8. Tetap mengalami kesulitan meskipun
hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.
D.
Tahap
Awal Pembelajaran Menulis Secara Umum
Kegiatan menulis merupakan
penyampaian pesan melalui simbol bunyi yang berbentuk grafis. Menulis ialah
komponen yang menentukan dan merupakan tujuan utama dalam program pengembangan
bahasa. Menulis merupakan aktivitas yang sangat kompleks, meliputi :
a. Penyampaian pesan dengan
berbicara dan mendengarkan.
b. Penggunaan bahasa sebagai
alat komunikasi
c. Pemahaman tentang
bentuk-bentuk simbol grafis melalui membaca
d. Koordinasi mata dan
tangan untuk membentuk grafis yang melambangkan bunyi
e. Mampu mengekspresikan
pesan dengan bahasa yang terstruktur.
f. Pesan yang terstruktur
disampaikan lewat simbol grafis.
1. Kegiatan Pra-Menulis
Anak bisa diajarkan menulis
jika :
- Telah mampu menyentuh,
meraih dan melepas suatu benda
- Mampu membedakan persamaan
dan perbedaan antara objek dan rancangannya
- Sudah menentu gerakan jari
tangannya.
Latihan pra-menulis antara
lain :
1. Latihan menangkap dan
melempar bola berbagai ukuran
2. Latihan koordinasi mata
dan tangan
3. Latihan menulis dengan
kapur atau spidol besar sebelum menggunakan pensil
2. Menulis
Tangan
Meskipun
sudah ada teknologi yang modern untuk mencetak tulisan, tetapi menulis tangan
masih tetap diajarkan karena untuk belajar lebih lanjut bidang studi lainnya.
Pada awal
belajar menulis tangan dengan menulis huruf cetak, dengan alasan :
a. Huruf
cetak lebih mudah dipelajari karena bentuknya sederhana.
b. Buku-buku
pelajaran menggunakan huruf cetak.
c. Tulisan
huruf cetak lebih mudah dibaca
d. Huruf
cetak digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
e. Kata-kata
yang ditulis dengan huruf cetak lebih mudah dieja.
Selanjutnya
ahli lain menyarankan bahwa anak lebih dahulu diajarkan menulis dengan huruf
sambung, dengan alasan sbb :
1.
Tulisan sambung memudahkan anak
untuk mengenal kata-kata sebagai satu kesatuan.
2.
Tidak memungkinkan anak menulis
terbalik-balik.
3.
Menulis dengan huruf sambung
lebih cepat karena tidak ada gerakan pena yang terhenti untuk tiap huruf.
3. Mengeja
Mengeja
adalah kemampuan membunyikan huruf-huruf menjadi suku kata, kata, sampai
pada kalimat dan dapat menafsirkan
maknanya.
Kompetensi
mengeja meliputi :
1. Recognizes letters of the alphabets
2. Recognizes words
3. Says words that the can be recognized
4. Recognizes similarities and diffences in words
5. Associattes certain sounds (phonemes) with symbols from letters
6. Spells phonetically regular words
7. Spells phonetically irregular words
8. Generets rules for spelling various words and words problems
9. Uses correctly spelled words in written compositions.
Mengeja
adalah suatu bidang yang tidak memungkinkan adanya kreativitas atau berpikir
devergen. Hanya ada satu pola susunan huruf-huruf untuk suatu kata yang dapat
dianggap benar. Sekelompok huruf yang sama akan memiliki makna yang berbeda
jika disusun secara berbeda. Kelompok huruf ‘b’, ‘i’dan ‘u’ misalnya, dapat
disusun menjadi “ibu”, “ubi”, “bui”, “iub”, tiga susunan pertama mengandung
makna.
Oleh
karena itu, mengeja pada hakikatnya adalah memproduksi urutan huruf yang benar
baik dalam bentuk ucapan atau tulisan dari suatu kata yang berbeda makna atau
mungkin tidak bermakna. Kemampuan mengeja murid dapat diketahui ketika guru melakukan
dikte kepada murid. Pada saat ini murid diminta untuk menulis dengan benar
dengan huruf-huruf yang membentuk kata tertentu. Untuk melakukan ini murid
dituntut untuk mengubah fonem (bunyi) ke dalam grafem (tulisan).
Pada murid dengan kesulitan belajar
menulis jenis ejaan, mereka memiliki hambatan untuk mengubah bunyi ke dalam
bentuk tulisan, sehingga mereka tidak mampu melakukan tugas dikte. Dengan kata
lain, mereka tidak memiliki kesadarn bunyi huruf.
Kesalahan lain yang ada pada murid
kesulitan belajar menulis jenis ejaan adalah adanya pembalikan huruf dalam
kata; ibu ditulis ubi, pembalikan konsonan dan vokal; kata air
ditulis ari, kata berjalan ditulis berjrlan, dan pembalikan suku
kata; kata laba ditulis bala.
Menurut Lerner (1985:406), ada dua cara
untuk mengajarkan anak mengeja :
1. Mengeja melalui pendekatan linguistic
Menekankan pada aturan-aturan dalam bahasa
sehingga harus memperhatikan fonologi, morfologi dan sintaksis atau pola kata.
2. Mengeja
melalui pendekatan kata-kata.
4. Ekspresif Menulis
Ekspresif
menulis merupakan bagian akhir dari tingkatan kemampuan menulis, karena
berbagai kemampuan yang dipelajari sebelumnya akan berujung untuk
mengekspresikan perasaan, ide atau penyampaian pesan melalui simbol-simbol
tertulis.
Tahapan mengajarkan menulis ekspresi oleh
Lovitt (1989:251) :
1. Menulis perintah dan pemberitahuan
2. Menulis laporan tentang artikel atau cerita
3. Merangkum bacaan
4. Menulis pengalaman pribadi
5. Menulis Karangan imajinatif
6. Menulis surat untuk tujuan sosial
7. Menulis untuk koran atau majalah sekolah
8. Menulis mengorganisasikan dan mengembangkan ide
9. Menulis peringatan untuk diri sendiri dan orang lain
E. Metode Yang Digunakan Dalam
Pembelajaran Menulis Permulaan
Dalam pembelajaran
menulis ada beberapa metode yang dapat digunakan antara lain :
a.
Metode Eja
Belajar membaca dan menulis dimulai dari huruf-huruf yang dirangkaikan
menjadi suku kata. Oleh karena itu, pengajaran dimulai dari pengenalan huruf-huruf.
Demikian halnya dengan pengajaran menulis di mulai dari huruf lepas, dengan
langka-langkah sebagai berikut:
1) Menulis
huruf lepas.
2) Merangkaikan
huruf lepas menjadi suku kata.
3) Merangkaikan
suku kata menjadi kata.
4) Menyusun kata menjadi kalimat.
b. Metode kata
lembaga
Metode kata lembaga di mulai mengajar dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Mengenalkan
kata.
2) Merangkaikan
kata antar suku kata.
3) Menguraikan
suku kata atas huruf-hurufnya.
4) Menggabungkan huruf menjadi kata.
c. Metode Global
Metode global memulai pengajaran membaca dan menulis permulaan dengan membaca
kalimat secara utuh yang ada di bawah gambar. Menguraikan kalimat dengan
kata-kata, menguraikan kata-kata menjadi suku kata.
d.
Metode SAS
Menurut (Supriyadi, 1996: 334-335) pengertian metode SAS adalah suatu
pendekatan cerita di sertai dengan gambar yang didalamnya terkandung unsur
analitik sintetik. Metode SAS menurut (Djuzak,1996:8) adalah suatu pembelajaran
menulis permulaan yang didasarkan atas pendekatan cerita yakni cara memulai
mengajar menulis dengan menampil cerita yang diambil dari dialog siswa dan guru
atau siswa dengan siswa. Teknik pelaksanaan pembelajaran metode SAS yakni
keterampilan menulis kartu huruf, kartu suku kata, kartu kata dan kartu
kalimat, sementara sebagian siswa mencari huruf, suku kata dan kata, guru dan
sebagian siswa menempel kata-kata yang tersusun sehingga menjadi kalimat yang
berarti (Subana).
Menurut Supriyadi metode
yang cocok dengan jiwa anak-anak adalah metode SAS. Alasannya
adalah :
(1) Metode ini
menganut prinsip ilmu bahasa umum, bahwa bentuk bahasa yang terkecil adalah kalimat.
(2) Metode ini memperhitungkan pengalaman bahasa anak, dan
(3) Metode ini menganut prinsip menemukan sendiri.
Adapun
Prosedur penggunaan Metode SAS adalah sebagai berikut :
1.
Membaca permulaan dijadikan dua bagian bagian
pertama membaca permulaan tanpa buku bagian pertama membaca permulaan buku.
2.
Merekam bahasa anak melalui pertanyaan-pertanyaan
dari pengajar sebagai kontak permulaan.
3.
Menampilkan gambar sambil bercerita. Setiap kali
gambar diperlihatkan, muncullah kalimat anak-anak yang sesuai dengan gambar.
4.
Membaca kalimat secara struktural.
5.
Membaca permulaan dengan buku.
6.
Membaca lanjutan.
7.
Membaca dalam hati.
F. Media yang Digunakan Dalam Pembelajaran Menulis Permulaan
Untuk mengajarakan menulis
permulaan ada beberapa jenis media yang dapat digunakan antara lain :a. Papan tulis, digunakan guru
untuk memberikan contoh, dan oleh siswa digunakan untuk menuliskan apa yang
ditugaskan oleh guru. Misalnya menulis kata, kalimat, nama sendiri, dan
sebagainya.b. Papan selip digunakan oleh
guru untuk menyelipkan gambar atau kartu kata, kartu kalimat yang harus disalin
oleh siswa atau gambar yang harus dituliskan judulnya oleh siswa.c. Papan tali, digunakan
untuk menggantungkan kartu kalimat, kartu-kartu kata, dan huruf yang harus
disalin oleh siswa, atau gambar yang perlu dituliskan judulnya.d. Majalah anak-anak dapat
digunakan untuk tugas menyalin kalimat sederhana yang ada didalamnya atau
menyalin judule. Papan nama, kartu nama,
label, dan sebaginya digunakan untuk tugas menyalin.G. Langkah – langkah Pembelajaran Menulis PermulaanLangkah-langkah kegiatan
menulis permulaan terbagi ke dalam dua kelompok, yakni pengenalan huruf dan
latihan.
Pengenalan Huruf
Kegiatan ini dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan pembelajaran membaca
permulaan. Penekanan pembelajaran diarahkan pada pengenalan bentuk tulisan
serta pelafalannya dengan benar. Fungsi pengenalan ini dimaksudkan untuk
melatih indra siswa dalam mengenal dan membeda-bedakan dan lambang-lambang tulisan.Langkah-langkah yang
ditempuh adalah sebagai berikut.1.
Guru menunjukkan gambar seorang anak perempuan dan seorang anak laki-laki.
Dua anak tersebut diberi nama “nani” dan “nana”.2.
Guru mengenalkan nama kedua anak itu sambil menunjuk tulisan “nani” dan
“nana” yang tertera di baawah masing-masing gambar.3.
Melalui proses tanya-jawab secara berulang-ulang, anak diminta menunjukkan
mana “nani” dan mana “nana” sambil diminta menunjukkan bentuk tulisannya.4.
Selanjutnya, guru memindahkan dan menuliskan kedua bentuk tulisan tersebut
di papan tulis, anak diminta memperhatikannya.Guru hendaknya menulis secara
perlahan-lahan dan anak diminta untuk memerhatikan gerakan-gerakan tangan,
serta contoh pengucapan dari bentuk tulisan yang sedang ditulis guru.5.
Setiap tulisan itu kemudian dianalisis dan disintesiskan kembali.Ada beberapa bentuk
latihan menulis permulaan yang dapat kita lakukan, antara lain berikut ini.1.
Latihan memegang pensil dan duduk dengan sikap dan posisi yang benar.Tangan kanan berfungsi
untuk menulis, tangan kiri untuk menekan buku tulis agar tidak mudah tegeser.
Pensil diletakkan di antara ibu jari dan telunjuk. Ujung jari, telunjuk, dan
jari tengah menekan pensil dengan luwes, tidak kaku.2.
Latihan gerakan tangan.
Mula-mula melatih
gerakan tangan di udara dengan telunjuk sendiri, atau dengan bantuan alat
seperti pensil. Agar kegiatan ini menarik, sebaiknya disertai dengan kegiatan
bercerita. Misalnya, untuk melatih membuat garis tegak lurus, guru dapat
bercerita yang ada kaitannya dengan pagar,
bulatan dengan telur, dan sebagainya.3.
Latihan mengeblatMenirukan atau
menebalkan suatu tulisan dengan menindas tulisan yang sudah ada. Ada beberapa
cara mengeblat yang bisa dilakukan anak, misalnya dengan menggunakan karbon,
menggunakian kertas tipis, menebalkan tulisan yang sudah ada. Pengawasan dan
bimbingan harus dilakukan secara individu sampai seluruh anak terperhatikan.4.
Latihan menghubung-hubungkan tanda titik yang membentuk tulisan.Latihan dapat dilakukan
pada buku-buku yang secara khusus menyajikan latihan semacam ini.
5.
Latihan menatap bentuk tulisanLatihan ini dimaksudkan
untuk melatih kordinasi antara mata, ingatan, dan jemari anak ketika menulis,
sehingga anak dapat mengingat bentuk kata/huruf dalam benaknya, dan memindahkannya
ke jemari tangannya.6.
Latihan menyalin baik dari buku pelajaran maupun dari tulisan guru pada
papan tulis.Latihan ini hendaknya
diberikan setelah dipastikan bahwa semua anak telah mengenal huruf dengan baik.
Ada beragam model variasi latihan menyalin, di antaranya menyalin tulisan apa
adanya sesui dengan sumber yang ada, menyalin tulisan dengan cara berbeda,
misalnya dari huruf cetak ke huruf tegak sambung, atau sebaliknya dari huruf
bersambung ke huruf cetak.7.
Latihan menulis halus/indah.Latihan dapat dilakukan
dengan menggunakan buku bergaris untuk latihan menulis atau buku otak. Ada
petunjuk berharga yang dapat Anda ikuti, jika murid-murid Anda tidak memiliki
fasilitas seperti itu. Perhatikan petunjuk berikut dengan cermat.8.
Latihan dikte/imla.Latihan ini dimaksudkan
untuk melatih siswa dalam mengordinasikan ucapan, pendengaran, ingatan, dan
jari-jarinya (ketika menulis), sehingga ucapan seseorang itu dapat didengar,
diingat, dan dipindahkan ke dalam wujud tulisan dengan benar.9.
Latihan melengkapi tulisan (melengkapi huruf, suku kata, atau kata) yang
secara sengaja dihilangkan.
BAB IIIPEMBAHASANA.
Pembahasan
Disgrafia adalah ketidakmampuan dalam
menulis, terlepas dari kemampuan untuk membaca. Mereka sering
berjuang dengan menulis bentuk surat atau tertulis dalam ruang
yang didefinisikan. Hal ini juga bisa disertai dengan gangguan motorik
halus. Kesulitan dalam menulis
seringkali juga disalah persepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru.1. Kesulitan Belajar Menulis (Disgrafia)
Disgrafia ini berbeda dengan tulisan
tangan yang jelek. Tulisan tangan yang jelek biasanya tetap dapat terbaca oleh
penulisnya, dan juga dilakukan dalam waktu yang relatif sama dengan yang
menulis dengan bagus. Akan tetapi untuk disgrafia, anak membutuhkan waktu yang
lebih lama untuk menulis. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi anak kesulitan
belajar menulis:- Visual Spatial (ruang penglihatan)Lerner
(1985: 413) menyatakan bahwa menulis adalah menuangkan ide-ide dalam bentuk
visual.
Penglihatan yang tidak jelas dan terganggu akan mengakibatkan anak sulit dalam
membedakan huruf. Apabila ruang penglihatan sempit maka akan mengganggu anak
dalam mengikuti huruf yang dilihatnya.
Pemahaman visual juga dapat dengan
cara:a. Mengangkat baris ( raised line)
b. Memperbesar ruang ( Large area)
c. Kertas grafik (Grapr paper)
- Motorik halus (Fine motor)Cara belajar Kinestetik, yaitu belajar dengan cara bergerak
dan melakukan, memahami materi lebih baik dengan bergerak, menyentuh,
ekplorasi, membuat karya, hands-on activities, praktikum, field trips, serta
senang olah raga, drama, menari, membuat karya. Gangguan ini berkaitan dengan
berkurangnya atau hilangnya kemampuan dalam menulis, sehingga tulisan yang
dihasilkan sangat buruk dan hampir tidak dapat dibaca. Gangguan ini terjadi karena otot-otot serta
syaraf-syaraf yang berfungsi dalam mengendalikan gerakan halus (fine motor)
terganggu atau tidak berfungsi.
a.
Pegangan (Grip)
b.
Kekerasan Diri (Lence Forms)
Cara
motorik halusnya memegang pensil yang sulit maka akan membuat
mereka memaksakan diri.
c. kelelahan (fatigue)
Akibat dari
anak terlalu memaksakan diri maka anak akan cepat merasa kelelahan.
- Proses Bahasa
Proses bahasa sangat mempengaruhi
anak dalam kesulitan menulis. Mereka tidak tahu apa yang mereka tulis dan tidak
dapat mencek dirinya sendiri dalam menulis.
Jadi, disgrafia (kesulitan belajar)
adalah anak yang mengalami hambatan pada visual, motorik dan proses bahasanya. Sebagai langkah awal dalam menghadapinya, orang tua harus
paham bahwa disgrafia bukan disebabkan tingkat intelegensi yang rendah,
kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar.
B.
Kesimpulan
Gangguan Belajar (Learning Disorder) adalah suatu
gangguan neurologis yang mempengaruhi kemampuan untuk menerima, memproses,
menganalisis atau menyimpan informasi. Anak dengan Disgrafia mungkin mempunyai tingkat intelegensia
yang sama atau bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan teman sebayanya, tetapi
sering berjuang untuk belajar secepat orang di sekitar mereka.
Disgrafia adalah kesulitan khusus
dimana anak-anak tidak bisa menuliskan atau mengekspresikan pikirannya kedalam
bentuk tulisan,karena mereka tidak bisa menyuruh atau menyusun kata dengan baik
dan mengkoordinasikan motorik halusnya (tangan) untuk menulis. Secara spesifik
penyebab disgrafia tidak diketahui secara pasti, namun apabila disgrafia
terjadi secara tiba-tiba pada anak maupun orang yang telah dewasa maka diduga
disgrafia disebabkan oleh trauma kepala entah karena kecelakaan, penyakit, dan
seterusnya. Disamping itu para ahli juga menemukan bahwa anak dengan gejala
disgrafia terkadang mempunyai anggota keluarga yang memiliki gejala serupa.
v Penanganan yang tepat untuk anak
disgrafia
Adapun penanganan secara terstruktur
dapat dilakukan melalui beberapa hal berikut:
1.
Faktor kesiapan menulis
Menulis
membutuhkan kontrol maskular, koordinasi mata-tangan, dan diskriminasi visual.
Aktivitas yang mendukung kontrol muskular antara lain: menggunting, mewarnai
gambar, finger painting, dan tracing. Kegiatan koordinasi
mata-tangan antara lain: membuat lingkaran dan menyalin bentuk geomteri.
2.
Aktivitas lain yang mendukung
- Kegiatan
yang memberikan kerja aktif dari pergerakan otot bahu, lengan atas serta bawah,
dan jari.
- Menelusuri bentuk
geometri dan barisan titik.
- Menyambungkan
titik.
- Membuat garis
horizontal dari kiri ke kanan.
- Membuat garis vertikal
dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.
- Membuat bentuk-bentuk
lingkaran dan kurva.
- Membuat garis
miring secara vertikal.
- Menyalin
bentuk-bentuk sederhana.
- Membedakan bentuk
huruf yang mirip bentuknya dan huruf yang hampir sama
bunyinya.
2.
Menulis huruf lepas/cetak
- Perlihatkan sebuah huruf
yang akan ditulis.
- Ucapkan dengan
jelas nama huruf dan arah garis untuk membuat huruf itu.
- Anak menelusuri
huruf itu dengan jarinya sambil mengucapkan dengan jelas arah
garis untuk membuat huruf
itu.
- Anak menelusuri
garis tersebut dengan pensilnya.
- Anak
menyalin contoh huruf itu di kertas/bukunya.
4. Menulis huruf transisi
Huruf
transisi adalah huruf yang digunakan untuk melatih siswa sebelum menguasai
huruf sambung. Adapun langkah-langkah pengajarannya sebagai berikut:
-
Kata atau huruf ditulis dalam bentuk lepas
atau cetak.
-
Huruf yang satu dan yang lain
disambungkan dengan titik-titik dengan meggunakan warna yang berbeda.
-
Anak menelusuri huruf dan
sambungannya sehingga menjadi bentuk huruf sambung.
v Peran lingkungan keluarga dan masyarakat mengenai karakteristik
disgrafia. Untuk para orang tua/guru/orang-orang yang dekat dengan anak,
kesulitan belajar menulis (disgrapia) sering terkait dengan beberapa hal di
bawah ini, antara lain :
-
Positioning :Untuk mendukung
pada tulisan anak, ingatkan agar duduk dengan posisi yang benar karena kestabilan trunk akan
mendukung pada kontrol lengan yang baik pula.
-
Ukuran Kursi yang Tepat:
Ingatkan anak agar duduk dengan posisi:
1.
kaki flat di lantai dan posisi paha paralel dengan lantai.
2.
Pergelangan kaki, lutut, dan paha membentuk sudut 900
3.
Pastikan tempat duduk tidak terlalu lebar, sehingga anak dapat
bersandar dengan nyaman. Lebar lutut
belakang ke kursi sekitar 2″. Kita harus dapat meletakkan satu jari atau dua
jari di sela paha dan kursi.
4.
Pastikan sudut kursi tidak membuat anak mengarah ke belakang.
-
Posisi Kursi yang Benar : Pastikan
anak duduk secara nyaman dan agak condong ke depan dan ke arah depan. Lengan
saat diletakkan di atas meja berada di sudut 300.
-
Modifikasi: Pemberian alat
Bantu bidang miring akan membantu anak supaya duduk lebih tegak, sehingga tidak
banyak menekuk lehernya dan ketika sedang mengerjakan tugas pada bidang miring
itu akan membuat secara otomatis ekstensi pergelangan tangannya sehingga mampu menulis.
-
Posisi kertas
Saat duduk dengan tepat,
anak seharusnya meletakkan kertas di atas meja dan di bawah yang menulis
membentuk formasi segitiga.
-
Sudut kertas seharusnya:
1.
200-450,
bagi anak yang tangan kanannya dominan.
2.
300-450,
bagi anak yang tangan kirinya dominan.
- Saran
Ada beberapa hal yang bisa
dilakukan orang tua/guru untuk membantu anak yang mengalami gangguan ini,
diantaranya:
- Memahami keadaan anak/siswa. Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja.
- Meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini secara lisan, bukan tulisan.
- Menyajikan tulisan cetak. Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer atau mesin tik.
- Membangun rasa percaya diri anak. Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kita sebagai calon pendidik juga harus memahami karakteristik dari disgrafia, cara penanganannya dan bagaimana asessmennya.
-
Pembaca
Semoga dengan adanya
makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan pembaca tentang
disgrafia.
-
Untuk seluruh mahasiswa
a.
Diharapkan
dengan adanya makalah ini mahasiswa dapat mengetahui karakteristik apa saja
yang ada pada disgrafia dan cara penanganannya.
b. Diharapkan pembaca dapat memanfaatkan
makalah ini dengan sebaik-baiknya dan memberikan dampak positif dalam pemahaman
bagaimana disgrafia.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2009. Anak Berkesulitan Belajar Spesifik.
Diakses dari http://syakirshaka.blogspot.com.
Anonim. 2012. Klasifikasi Gangguan
Belajar Berdasarkan Penyebab. Diakses dari http://klinikautisindonesia.wordpress.com, pada tanggal 30 Maret 2013.
Anonim. Klasifikasi Anak Berkebutuhan
Khusus. Diakses dari: http://pjjpgsd.dikti.go.id, pada tanggal 3 Desember 2012.
Friend, M. (2005) Special Education, Contemporary Perspectives for Schools.
Owen, Jr, R.E.
(1984) Language Development. Columbus: Charles E. Merril.
Professional, Boston: The
University of North Carolina at Greensboro Publishing Company.
Russell., (1986). Neurology for the Speech Language Pathologist. Boston :
Butherworth.
Sumarno Markam., (1989), Pengendalian Kesulitan Belajar dan DMO.
Jakarta : FKUI.
Suwardani, Eric. 2012. Klasifikasi
Abbs. Diakses dari
http://ericha-wardhani.blogspot.com, pada tanggal 30 Maret 2013.
Tarmidi. 2008. Kesulitan Belajar (Learning
Dissability) Dan Masalah Emosi: Diakses dari http://tarmidi.wordpress.com, pada tanggal 30 Maret 2013.
Tarigan, Henry
Guntur., (1986), Menulis. Bandung :
Angkasa.
Tarmansyah, (1996), Gangguan Komunikasi, Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti-Proyek Pendidikan Tenaga Guru
Wardani, IGAK, (1995) Pengajaran Bahasa Indonesia, Jakarta: Depdikbud-Dirjen Dikti Proyek Pendidikan Tenaga Guru.
Komentar
Posting Komentar